PALU – Dengan wajah sedih, Samsidar Muhammad, seorang ibu dari empat anak, duduk termenung di depan Kantor Samsat, Jalan Kartini Palu, sambil menunggu dibukanya Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulteng. Delapan bulan lamanya, ia memendam beban yang kini akhirnya ia tumpahkan.
“Niat saya dulu, ketika saya lunaskan cepat kredit ku di BRI unit Bumi Nyiur Palu, agar supaya dapat mengajukan kembali kredit KUR untuk mendapatkan modal usaha dan kebutuhan anak saya kuliah. Tetapi dengan hilangnya sertifikat itu semua jadi berantakan, pikiran jadi tak karuan. Saya kesana kemari cari dana pinjaman yang bisa menopang kehidupan keluarga saya, dan akhirnya saya kejebak dengan terpaksa meminjam di koperasi, meski bunga pinjaman besar. Mau diapa lagi karena koperasi tidak menggunakan agunan,” ungkapnya kepada media alkhairaat, Senin (19/8).
Tatapannya kosong, seolah memikirkan sesuatu yang jauh. Wajahnya memancarkan kelelahan dan kesedihan akibat delapan bulan berjuang hanya untuk mendapatkan janji-janji kosong dari pihak BRI Unit Bumi Nyiur Palu.
“Kalau cuma saya ini pejabat atau konglomerat dan paham aturan hukum. sudah lama saya bawa kasusku ini ke aparat hukum agar BRI Unit Bumi Nyiur Palu itu diproses. Kalau mereka itu benar benar serius cari sertifikat rumahku , mungkin hanya satu bulan sudah bisa di dapat. Ini sudah delapan bulan cuma dipenuhi dengan janji palsu. Saya duga sertifikatku di manfaatkan oleh oknum, karena biar dicari bagaimanapun pasti tidak bisa didapatkan karena dimanfaatkan,” ujarnya dengan kesal.
Samsidar menduga bahwa keluarganya yang dianggap lemah dan tidak paham hukum, dimanfaatkan oleh pihak bank. “Insya Allah, setelah saya laporkan ke OJK, saya harap mereka bisa memproses laporan saya dan BRI Unit Bumi Nyiur Palu bisa bertanggung jawab. Setidaknya, OJK bisa menegur ketidakprofesionalan kinerja bank tersebut karena saya benar-benar dirugikan,” keluhnya.
Ia bahkan bertanya-tanya apakah harus menangis dan meraung-raung seperti anak kecil di depan kepala BRI Unit, atau berteriak sekeras mungkin agar keluhannya didengar. “Apakah saya yang harus mencari sertifikat itu sendiri di dalam brankas? Wahai pejabat BRI, kembalikan hak nasabah! Kalian tidak mengetahui kesulitan kami, kalian hanya peduli pada keuntungan tanpa memikirkan bagaimana kami harus membayar kredit kami. Setelah lunas, agunan kami hilang dengan alasan tercecer. Mana tanggung jawab kalian?” ujar Samsidar dengan nada marah.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala BRI Unit Bumi Nyiur Palu belum bisa memberikan kepastian kapan sertifikat itu akan dikembalikan. Mereka mengklaim masih terus mencari berkas tersebut. “Untuk berkas kredit di BRI itu semua sudah diberi nomor penyimpanan berkas, namun karena penyimpanan dikerjakan oleh manusia sehingga bisa saja salah simpan. Seumpamanya mungkin begini, harusnya disimpan di lemari dua tetapi hanya disimpan di lemari tiga, sehingga sertifikat itu kececer,” ujar Kepala BRI unit Bumi Nyiur Ricard.
Reporter: Irma
Editor: Nanang