PALU – Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tengah diwakili Kabag Tata Usaha, H. Makmur Muhammad Arief membuka Knowledge Sharing Layanan Sertifikasi Halal Self Declare di salah satu hotel di Kota Palu, Sabtu (29/10).
Kegiatan yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) ini diikuti 55 pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.
Makmur Muhammad Arief menjelaskan pentingnya sertifikat halal baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat sebagai konsumen.
Kata dia, kewajiban menggunakan produk halal, bukan lagi hanya sebatas perintah agama sebagaimana terdapat pada Q.S Al Baqarah ayat 168, tetapi telah diatur dalam regulasi negara.
“Karena itu, dulu sertifikat halal masih bersifat sukarela atau voluntary. Sekarang berubah menjadi mandatori atau kewajiban,” kata Makmur.
Die menjelaskan pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yamg menegaskan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Bagi produk makanan dan minuman, ketentuan tersebut mulai efektif diberlakukan tanggal 17 Oktober 2024.
Sementara produk lain seperti obat-obatan dan kosmetik, menyusul.
Oleh karena itu, Kabag Tata Usaha selaku Ketua Satgas Layanan JPH Sulteng mengajak pelaku usaha yang belum mengantongi sertifikat halal untuk segera mengurusnya.
Menurutnya, mengurusnya bisa melalui jalur mandiri atau fasilitasi dinas/lembaga dan self declare.
Bagi pelaku UMK dengan kualifikasi produk berbahan sederhana dan beresiko rendah, pemerintah melalui BPJPH dan dana Pemulihan Ekonomi Nasional tahun 2022 menyiapkan kuota Sertifikat Halal Gratis (SEHATI) Self Declare sebanyak 349.834 dalam dua tahap.
“Untuk tahap dua, kuota tersebut masih tersedia. Siapkan dokumen yang diperlukan, dan segera daftarkan produk Anda,” ajak Makmur di depan peserta.
Khusus program self declare, saat ini tercatat 306 pelaku usaha di Sulteng yang telah mengajukan berkas pendaftaran. Dan 54 diantaranya telah terbit sertifikat halalnya.
Sementara itu, Muhammad Tajussalathin dari BPJPH Kemenag RI, mengatakan, proses penerbitan sertifikasi halal melibatkan beberapa lembaga atau aktor. Selain BPJPH, terdapat Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), MUI yang menetapkan kehalalan produk dan Lembaga Pendampingan PPH (LP3H).
“Jadi, tidak benar jika pemerintah mengambil alih sepenuhnya urusan halal dan meninggalkan MUI,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Tajussalathin, dengan sertifikasi halal terbuka lapangan kerja baru seperti auditor halal, penyelia halal dan tenaga pendamping PPH.
Para peserta tampak antusias mengikuti materi yang disampaikan sejumlah narasumber, yakni anggota Komisi VIII DPR-RI Matindas J. Rumambi, Muhammad Tajussalathin dari BPJPH, Dinas PMPTSP, Dinas Koperasi dan UMKM, Satgas Layanan JPH Sulteng dan Syarief Hidayatullah dari LP3H Datokarama Halal Center UIN Palu. *