BUOL – PT. Hardaya Inti Plantations (HIP) belum memberikan tanda-tanda akan membuka ruang negosiasi dengan para pemilik lahan yang melakukan penghentian operasional kebun sejak 8 Januari lalu.
Penghentian operasional kebun plasma tersebut dilakukan oleh pemilik lahan peserta program kemitraan pembangunan kebun plasma sawit dengan PT. HIP di Kabupaten Buol.
Penghentian kebun plasma dilakukan di empat dari tujuh koperasi yang bekerjasama dengan PT. HIP. Sampai saat ini, para petani pemilik lahan dari enam desa yang tergabung dalam empat koperasi plasma masih berjaga di lahan mereka sambal menunggu niat baik pihak PT. HIP untuk menjalankan kewajibannya.
Kerja sama kemitraan pembangunan kebun plasma oleh PT. HIP di Kabupaten Buol, melibatkan sekurangnya-kurangnya 4.934 orang dengan luas lahan kurang lebih 6.746 ha.
Lahan-lahan yang dikerjasamakan untuk pembangunan kebun plasma merupakan hak milik masyarakat berupa, lahan usaha dua (LU.2) Transmigrasi, lahan Transmigrasi Swa Mandiri (TSM), lahan ulayat dan lahan-lahan produktif masyarakat. Pembangun kebun plasma ini dimulai sejak 2008 hingga 2011.
Menurut Fatresia Ain selaku kordinator Forum Petani Palsama Buol (FPPB), para pemilik lahan terpaksa menghentikan operasional kebun lantaran kecewa atas sikap PT. HIP dan Pemerintaahn Kabupaten (Pemkab) Buol.
Pasalnya, kata dia, semenjak lahan-lahan mereka diserahkan kepada perusahaan untuk dibangun kebun dengan biaya kredit dari bank tetapi petani tidak menerima bagi hasil. Bahkan, koperasi yang telah lunas utang masih dibebankan utang yang jauh lebih tinggi dari utang pembanguna kebun.
“Sementara kebun plasma telah menghasilkan ratusan ton tiap hari. Mereka juga merasa dicurangi oleh PT. HIP karena telah melakukan pengambilan sertifikat Hak Milik (SHM) di bank dan menahannya hingga saat ini,” ungkap Fatresia.
Fatresia menyayangkan sikap perusahaan tidak segera mengambil langkah bernegosiasi dengan para pemilik lahan dan melakuka pemenuhan hak-hak yang seharusnya didapatkan para pemilik lahan sebagaimana perjanjian kerjasama.
Fatresia menghawatirkan, PT. HIP tetap mempertahankan pendekatan pengerahan kekuatan berlebihan maupun upaya-upaya kriminalisasi sebagaimana yang selama ini dilakukan.
Fatrisa mengingatkan kepada PT. HIP bahwa pendekatan semacam ini tidak akan menyelesaikan masalah kemitraan ini. Terlebih masalah ini sudah berlangsung puluhan tahun dan terus akan timbul kembali dan tentu saja ini membawa kerugian semua pihak, termasuk pihak PT. HIP sendiri.
“Seperti saat ini tuntutan petani ini bukan kali pertama, tetapi sudah berulang ulang,” katanya.
Pihaknya juga sangat kecewa dengan sikap PT. HIP yang tidak patuh terhadap perintah perbaikan masalah kemitraan yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI.
Kata dia, perintah perbaikan ini keluar setelah pemilik lahan yang tergabung dalam koperasi Amanah membuat pelaporan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM kepada KPPU.RI.
Fatresia juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak pernah memiliki keinginan serius untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, kata dia, pemerintah tidak bertanggungjawab atas dampak buruk yang dialami oleh para pemilik lahan dari pelaksanaan program kemitraan ini.
Menurutnya, setidaknya sudah dua periode bupati dan sekarang berganti Penjabat Bupati di Buol, tidak dapat menyelesaikan masalah ini.
“Begitu juga dengan DPRD Kabupaten Buol, tahun lalu mereka membentuk pansus, tetapi tidak juga menyelesaikan masalah para petani, bahkan hanya melahirkan Isu suap mengalir ke Anggota Dewan pada September 2023 lalu,” imbuhnya. *