PALU – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melaksanakan Diskusi Panel, diskusi kelompok dan merumuskan rekomendasi dalam program Seminar Lokakarya (Semiloka).
“Kegiatan ini mengangkat tema, membangun karakter kepemimpinan perempuan, membangu berbasis kearifan lokal untuk mewujudkan moderasi beragama. Dengan Output, agar terbentuknya Kaukus perempuan FKUB Sulteng,” ujar Ketua Panitia, Dr. Hj. Maisa, di selah-selah kegiatan yang dilaksanakan, di Milenium Water Park Jl. Emi Saelan, Kota Palu, Selasa (25/05).
Kegiatan itu dibuka Ketua FKUB Sulteng, Prof. H. Zainal Abidin, dengan menghadirkan Narasumber, yakni, Sri Attun, Anggota DPRD Sulteng yang mewakili Ketua DPRD Sulteng. Hj. Nursiah untuk perwakilan Agama Islam, Pdt. Since Loissa Pariama, perwakilan Agama Kristen, Suster Rosina, perwakilan Agama Katholik, Ruminto STP, perwakilan Agama Budha, dan I Wayan Sudiana, Perwakilan Agama Hindu. Kemudian, peserta kegiatan itu berjumlah 121 orang yang mewakili seluruh umat beragama.
Dikesempatan itu, Hj. Maisa menjelaskan, kegiatan itu memiliki beberapa tujuan. Diantaranya, untuk memperluas wawasan para peserta menyangkut kebijakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam membina dan memelihara kerukunan dalam masyarakat, serta membentuk Individu yang bisa menjadi penggerak dalam pelayanan perdamaian untuk semua masyarakat.
Hj. Maisa menambahkan, kerukunan hidup dalam Masyarakat merupakan pilar kerukunan Nasional yang dinamis harus terus dipelihara dari waktu ke waktu.
“Kita memang tidak boleh berhenti membicarakan dan mengupayakan pemeliharaan kerukunan, baik antar Masyarakat maupun antar umat beragama di Indonesia,” katanya.
Kata dia, kerukunan Masyarakat adalah keadaan hubungan sesama anggota Masyarakat yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Pemeliharaan kerukunan dalam masyarakat bukan hanya tanggungjawab para Pejabat Pemerintah, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama. Melainkan tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat, termasuk perempuan memegang peranan penting, khususnya melalui keluarga, terutama kepada anak-anak yang akan menjadi generasi penerus, sebagaimana salah satu fungsi keluarga sebagai Sekolah pertama bagi anak-anak,” terangnya.
Oleh sebab itu, Maisa menyampaikan bahwa kerukunan umat beragama harus dimulai dari lingkungan terkecil, yakni keluarga yang menempatkan perempuan sebagai tokoh kunci. Sebab, menurut dia, di seluruh pelosok tanah air telah memiliki sejumlah kearifan lokal yang telah mampu menjadi penopang kerukunan hidup bermasyarakat di daerah masing-masing, yang juga menempatkan perempuan sebagai mitra yang bagi laki-laki di ranah domestik dan publik.
“Perempuan dengan karakteristiknya mampu menjadi penggerak Kerukunan Umat Beragama,” tegasnya.
Dikesempakatan tersebut, perempuan lintas agama itu mengemukakan dalam deklarasi milenium yang direkomendasikan untuk Pemerintah daerah (Pemda) setempat.
Dalam naskah deklarasi yang disampaikan oleh perwakilan perempuan masing-masing agama, memuat empat poin penting sikap dari perempuan lintas agama Provinsi Sulteng yang dilahirkan dalam Semiloka itu.
Berikut isi rekomendasi yang dibacakan dan ditandatangani oleh perwakilan lima agama di hadapan Ketua FKUB, Perwakilan DPRD, dan semua peserta Semiloka :
Deklarasi Milenium
1. Kami Perempuan Lintas Agama Menolak Radikalisme Agama d Sulawesi Tengah
2. Kami Perempuan Lintas Agama Bersedia Menjadi Agen Perdamaian d Sulawesi Tengah
3. Kami Perempuan Lintas Agama Bersedia Menjadi Motivator Moderasi Beragama di Sulawesi Tengah
4. Kami Perempuan Lintas Agama Bersedia Menjadi Duta Budaya yang Berkearifan Lokal d Sulawesi Tengah. (YAMIN)