BOGOR- Berdasarkan status keterancamannya, terdapat 179 jenis burung di Indonesia masuk ke dalam daftar jenis burung terancam punah secara global. Ada 31 jenis burung masuk dalam kategori kritis, satu langkah lagi menuju status kepunahan, 52 jenis dinyatakan Genting (Endangered/EN) dan 96 jenis rentang terhadap kepunahan (Vulnerable/VU).

“Ini menyiratkan tantangan konservasi bagi keanekaragaman jenis burung di Indonesia semakin meningkat. Kendati upaya konservasi telah banyak dilakukan, sebagian populasi jenis burung tetap mengalami kemerosotan populasi di alam,” kata Achmad Ridha Junaid, Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia di Kota Bogor, kepada MAL Online, Rabu (28/4).

Saat ini, kata Achmad, selain deforestasi, perburuan dan penangkapan burung dari alam menjadi faktor utama penyebab penurunan populasi burung. Dampaknya terlihat pada peningkatan status keterancaman pada sembilan jenis pada tahun ini.

Achmad mengatakan, beberapa jenis merasakan dampak nyatanya seperti perkici dada-merah (Trichoglossus forsteni), empuloh janggut (Alophoixus bres), empuloh pipi-kelabu (Alophoixus tephrogenys), cucak aceh (Pycnonotus snouckaerti), dan anis kembang (Geokichla interpres).

“Empuloh janggut bahkan kini diperkirakan telah mengalami penurunan hingga 50 persen dari populasi asli di wilayah persebarannya di Pulau Jawa dan Bali,” sebutnya.

Achmad mengatakan lagi, kondisi ini sekaligus menyoroti pentingnya upaya lebih serius dalam mengurangi dampak perburuan maupun penangkapan burung dari alam.

Achmad menambahkan, selain jenis-jenis mengalami peningkatan kategori keterancaman, ada pula jenis mengalami penurunan status keterancaman.

“Kowak jepang (Gorsachius goisagi), kepudang-sungu kai (Edolisoma dispar), dan bangau sandang-lawe (Ciconia episcopus) kini diketahui memiliki wilayah persebaran relatif luas dengan kondisi populasi relatif stabil, sehingga mengalami penurunan kategori keterancaman, ” katanya.

Achmad Ridha Junaid menjelaskan, berdasarkan IUCN penurunan kategori keterancaman tidak selalu menandakan terjadi pemulihan populasi suatu jenis di alam.

Dalam beberapa kasus, kata Achmad, penambahan informasi dalam penentuan kriteria bisa memicu penurunan status keterancaman, seperti terjadi pada kowak jepang, kepudang-sungu kai, dan bangau sandang-lawe.

Berbeda dengan gajahan tahiti (Numenius tahitiensis) mengalami penurunan keterancaman karena intensitas perburuan telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir, dan terdapat tanda-tanda bahwa populasi jenis tersebut mulai pulih di beberapa bagian wilayah jelajahnya.

“Lain halnya juga dengan kepudang jawa (Oriolus cruentus). Status keterancaman jenis ini diturunkan ke dalam kategori kurang data (data deficient/DD) karena minimnya catatan perjumpaan jenis ini, sehingga dibutuhkan evaluasi lebih mendalam lagi terkait status keterancamannya.

Kini, kepudang jawa menjadi salah satu jenis burung dengan informasi paling minim di Pulau Jawa,” katanya.

Achmad mengungkapkan, BirdLife International mencatat, Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 17 persen jumlah jenis burung ada di dunia dan berada di posisi ke-4 dalam kekayaan jenis burung.

Tetapi, berdasarkan endemisitasnya, Indonesia berada di posisi ke-1 memiliki jenis burung endemis terbanyak di dunia. Hingga 2021, jumlah jenis burung endemis di Indonesia tercatat sebanyak 532 jenis.

Peningkatan catatan jumlah jenis endemis di terjadi pada 2020, yakni sebanyak 16 jenis. Setidaknya tercatat ada tujuh jenis burung baru yang ditemukan di kawasan Wallacea. Sementara itu, sembilan jenis burung lainnya yang bersumber dari pemecahan taksonomi.

Kajian mengenai status jenis burung dilakukan Burung Indonesia secara rutin ini, diharapkan dapat menjadi acuan mengenai informasi teraktual mengenai keanekaragaman jenis burung di Indonesia.

“Sebagai organisasi bergerak dalam pelestarian burung dan habitatnya, harapannya data ini tak hanya menjadi acuan dalam menjalankan program-program pelestarian, tetapi juga menjadi produk pengetahuan dapat dirujuk oleh publik secara luas,” tutup Ridha.

Rep: IKRAM/***