PALU – Panitia Khusus (Pansus) Pengawasan Pascabencana Alam Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong (Parimo) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, melibatkan tiga tenaga ahli dalam menyelesaikan persoalan kebencanaan di sejumlah daerah di Sulteng.
Ketiga tenaga ahli tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Mereka adalah Nasrun, Peter Barnabas dan Freddi Onora.
Nasrun sendiri bertindak sebagai praktisi yang kesehariannya menjabat sebagai salah satu asisten di Ombudsman RI Perwakilan Sulteng. Sedangkan Peter Barnabas adalah mantan Dosen Tehnik Sipil Universitas Tadulako (Untad) dan Fredi Onora berasal dari Sulteng Bergerak, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen melakukan pendampingan dan kajian kebencanaan.
Ketua Pansus Padagimo, Budi Luhur Larengi, saat memimpin rapat bersama tenaga ahli, di Ruang Baruga DPRD Provinsi Sulteng, Rabu (05/08), mengatakan, pihaknya sengaja melibatkan tenaga ahli dalam rangka membantu Pansus untuk mengatasi persoalan kebencanaan.
“Ketiganya ini ahli di bidangnya masing-masing. Mereka hadir bukan atas nama lembaga, melainkan atas nama pribadinya sendiri. Tapi dari latar belakangnya, kami kira sudah sangat tepat dilibatkan untuk menyelesaikan beberapa persoalan kebencanaan,” kata politisi Partai Golkar itu.
Ia menjelaskan, Peter Barnabas yang notabene berlatar belakang akademisi tehnik, kiranya bisa membantu pansus untuk melihat infrastruktur yang dibangun di masa rehab rekon ini, khususnya hunian tetap (huntap), apakah memang sudah sesuai atau tidak.
“Jadi kalau ada yang salah, maka bisa menyampaikan ke pansus, dan pansus yang akan menyampaikan lagi ke pihak terkait,” ujarnya.
Sementara Nasrun, kata dia, kesehariannya adalah asisten di Ombudsman yang juga sering terlibat dalam memantau dan mengawasi penanganan kebencanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan Fredi sendiri, selalu berkecimpung dalam urusan bencana, khususnya dalam memperjuangkan hak-hak penyintas.
Mantan Dosen Fakultas Tehnik Sipil Untad, Peter Barnabas mengatakan, ia siap sharing pengetahuan dan memberi masukan dengan pansus.
Hal senada juga disampaikan Fredi Onora. Menurutnya, Sulteng Bergerak sendiri sudah berdiri sejak masa tanggap darurat bencana sampai rehab rekon hari ini.
“Kami banyak mengambil peran pendampingan dan investigasi lapangan serta kajian, walaupun masih banyak terkendala data,” ujarnya.
Sementara Nasrun, mengatakan, di Ombudsman, ada empat kajian yang telah dilakukan terkait kebencanaan. Dari hasil kajian itu, kata dia, pihaknya menemukan banyak keabaian yang dilakukan pemerintah.
“Masalah terbesar dari penanggulangan bencana adalah di persoalan data dan dana. Kita harap pemerintah pusat bisa intervensi, seperti bencana aceh dengan dikeluarkannya perppu,” tutupnya.
Terkait itu, Sekretaris Pansus, Wiwik Jumatul Rofiah, menyarankan, saat RDP atau pertemuan lainnya, tenaga ahli bisa ikut hadir untuk memberikan masukan.
Hal senada juga disampaikan Anggota Pansus, Soni Tandra. Kata dia, sebelum Pansus mengeluarkan rekomendasi, kiranya ada pertemuan terlebih dahulu dengan tenaga ahli supaya ada masukan baik regulasi maupun masalah.
“Itu bisa jadi bagian pedoman bagi pemda dalam melaksanakan rehab rekon,” katanya.
Pada kesempatan itu, anggota Pansus lainnya, Yahdi Basma menyinggung soal transparansi dari pemerintah dalam hal penanganan bencana.
Ia menilai, pemerintah pusat tidak transparan kepada pemda dan publik.
“Seperti dana dari Bank Dunia sebesar 150 juta US dolar. Itu kontraknya sampai 2024. Tapi ada pemda yang taunya ditarik Desember ini kalau tidak terealisasi,” ungkapnya. (RIFAY)