OLEH: Agung Ramadhan*
Proses pengangkatan guru honorer sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi pembahasan hangat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi X DPR RI bersama Pakar Pendidikan, Keuangan Negara, dan Kebijakan Publik, Kamis (18/03/2021) lalu.
Terdapat dua hal mendasar dalam pembahasan tersebut. Pertama, apresiasi terhadap pengabdian guru honorer, dan kedua, tuntutan terhadap kualitas pendidikan untuk pencapaian SDM Unggul.
Kedua poin tersebut tentunya harus mampu dicermati dengan baik untuk menyerap aspirasi kesejahteraan tenaga pendidik dan juga menjawab tantangan dunia pendidikan yang lebih baik.
Sebelumnya, pada akhir tahun 2020, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengumumkan akan membuka kesempatan bagi para guru honorer, termasuk guru tenaga honorer kategori 2 (eks-THK-2), untuk mendaftar dan mengikuti ujian seleksi menjadi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2021.
REGULASI DAN MEKANISME SELEKSI
Seleksi tersebut terbuka bagi guru honorer yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), serta lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang saat ini tidak mengajar.
Hal inipun diatur sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK. Adapun guru PPPK adalah guru bukan PNS yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas mengajar.
Peraturan lainnya dalam PP nomor 48 tahun 2005 terkait pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang didasarkan pada usia dan masa kerja. Kemudian PP nomor 56 Tahun 2012 perubahan dari PP Nomor 48 Tahun 2005.
Tenaga honorer merupakan pegawai non-PNS dan non-PPPK sehingga status tenaga honorer tak sama dengan PPPK. Dan terakhir, peraturan presiden nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK.
Kemendikbud menyiapkan dan menyampaikan terobosan mekanisme seleksi guru PPPK.
Pertama, batasan jumlah guru PPPK kali ini mencapai satu juta guru. Kedua, setiap pendaftar dapat mengikuti ujian seleksi sampai tiga kali. Ketiga, adanya materi belajar daring dapat diperoleh semua peserta. Keempat, pemerintah pusat memastikan tersedianya anggaran bagi gaji semua peserta yang lulus seleksi guru PPPK. Kelima, biaya penyelenggaraan ujian ditanggung oleh Kemendikbud.
Sejauh ini rencana seleksi tersebut berada dalam tahap formasi final KemenPAN-RB atau sinkronisasi formasi oleh BKN serta validasi oleh Pemerintah Daerah dan Kemendikbud.
Pendaftaran akan dilakukan pada April 2021, dan seleksi administrasi pada Mei 2021 mendatang. Kemendikbud juga telah melakukan upaya sosialisasi tatap muka dengan sejumlah Pemda.
USULAN FORMASI DAN KEBIJAKAN AFIRMASI
Data terkini dari Kemendikbud (10/03/2021), terkait usulan formasi Pemerintah Daerah setelah dilakukan penyesuaian kebutuhan guru, adalah sebesar 513.393, dan sebanyak 166 daerah mengusulkan kurang dari 50% dari total formasi yang dibutuhkan.
Dari data tersebut, khusus usulan formasi Pemda Sulawesi Tengah sebanyak 72% dan tersisa 28%. Sementara usulan tertinggi berasal dari Pemda Bali sebanyak 82%, dan terendah dari Riau sebanyak 21%. Namun juga disayangkan sebanyak 58 daerah tidak mengajukan formasi, 29 di antaranya di Papua dan Papua Barat.
Adapun kebijakan afirmasi dalam seleksi guru PPPK, yaitu ujian seleksi pertama hanya untuk guru honorer di sekolah negeri masing-masing, ujian seleksi kedua dan ketiga terbuka untuk semua guru honorer dan lulusan PPG.
Selain itu, Kemendikbud juga memberikan bonus poin untuk passing grade. Pertama, peserta dengan umur 40 tahun ke atas terhitung saat pendaftaran dan berstatus aktif selama 3 tahun terakhir mendapat bonus nilai kompetensi teknis sebanyak 75 poin (15% dari nilai maks. 500 poin). Kedua, peserta penyandang disabilitas mendapat bonus nilai kompetensi teknis sebanyak 50 poin (10% dari nilai maks. 500 poin).
Kebijakan terakhir, peserta yang sudah memiliki sertifikasi guru mendapatkan nilai penuh pada tes kompetensi teknis, mereka tetap perlu lulus passing grade untuk tes manajerial, sosiokultural, dan wawancara.
APRESIASI DAN TUNTUTAN
Pembahasan seleksi guru PPPK menjadi hangat dengan dua hal mendasar yang diaspirasikan para pakar pendidikan. Pertama, bagaiman memberikan apresiasi terhadap pengabdian guru honorer, dan kedua, bagaimana memenuhi tuntutan terhadap kualitas pendidikan.
Adapun pandangan dari Komisi X DPR RI menilai bahwa pemberian bonus poin seleksi untuk guru honorer belum cukup adil. Bahkan juga dianggap perlu adanya kesempatan pengangkatan langsung guru honerer menjadi ASN.
Dalam seleksi PPPK masih ada potensi guru honorer yang sudah bertahun-tahun mengabdi tidak lolos. Sementara dengan pengangkatan langsung, kepastian nasib dan status guru honorer yang sudah puluhan tahun terjamin.
Hal inipun serupa dengan tuntutan forum Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non-Kategori 35 Tahun ke Atas (GTKHNK 35+). Wakil Ketua 4 GTKHNK 35+ Yusak tegas menuntut pengangkatan honorer lewat jalur afirmasi.
Sementara itu terdapat pandangan lain yang disampaikan oleh pakar pendidikan, Ina Liem, CCDC., DISC., MMTIC.
Penilaian ketat dalam proses seleksi guru menjadi sangat penting untuk tujuan peningkatan kualitas pendidikan serta pencapaian SDM Unggul. Standar uji kompetensi perlu disesuaikan dengan perkembangan tantangan pendidikan saat ini. Bukan semata hanya dari sisi pengetahuan dan teknis, tetapi juga motivasi kerja seorang guru.
Dana pendidikan sebesar 20% dari APBN semestinya dapat dimaksimalkan dengan baik untuk peningkatan kualitas SDM tenaga pendidik.
Dalam pemaparan risetnya, Ina Liem menjelaskan bahwa kepribadian guru berkorelasi dengan performa siswa. Oleh karena itu karakter guru sangat menentukan bagaimana proses pembelajaran berlangsung serta efektivitas pembelajaran terhadap siswa.
Pemerintah perlu mengevaluasi guru yang tersertifikasi. Ina Liem menerangkan datannya bahwa sejauh ini masih banyak guru yang belum mampu menghasilkan siswa-siswa yang berprestasi secara merata di berbagai jenjang pendidikan dan level berpikir siswa juga masih sangat rendah.
Dalam rangka melakukan revolusi mental khususnya di bidang pendidikan, seorang guru semestinya bermental mencari ilmu, bukan sertifikasi. Oleh karena itu sangat penting evaluasi anggaran pendidikan berfokus pada learning outcome. Dengan mempertanyakan apakah hasil pembelajaran mengalami peningkatan atau penurunan?
Dalam penilaian seleksi guru ini, Pemerintah dihadapkan dengan pilihan yang sulit, bagaimana harus menghargai pengabdian guru serta bagaimana harus mencapai peningkatan kualitas pendidikan untuk mencapai SDM unggul.
Profesi guru sepatutnya mendapatkan kesejahteraan yang layak, namun juga tentunya memberikan hasil pembelajaran terbaik kepada siswa untuk mencapai generasi unggul Indonesia.
*Penulis adalah Pemerhati Isu Sosial