Selamatkan Uwentumbu dan Sumber Mata Air dari Eksploitasi Galian C untuk Kepentingan IKN

oleh -
Koalisi Petisi Palu-Donggala pembentangan spanduk bertuliskan " Selamatkan Hutan Uwentumbu dan Mata Air Terakhir dari Pertambangan Batuan dan Pasir" di Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sabtu (06/07). (FOTO: IST)

PALU – Masifnya suplai material dari Sulawesi Tengah untuk pembangunan Ibukota Negara Nusantara (IKN) Kalimantan Timur, khususunya aktivitas penambangan batu dan pasir atau galian C di Kelurahan Buluri dan Watusampu, dinilai telah memberikan dampak kerusakan lingkungan dan ancaman hilangnya sumber mata air bagi warga di kelurahan tersebut.

Hal itu direspon Koalisi Petisi Palu-Donggala dengan aksi penanaman pohon Kaili, sekaligus pembentangan spanduk bertuliskan ” Selamatkan Hutan Uwentumbu dan Mata Air Terakhir dari Pertambangan Batuan dan Pasir” di Kelurahan Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sabtu (06/07) lalu.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga dan melestarikan hutan Uwentumbu dari ancaman kepunahan akibat pertambangan di Pesisir Palu-Donggala yang terus meningkat.

Aksi ini dihadiri sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) yang tergabung dalam Koalisi Petisi Palu-Donggala, yakni Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng. Turut serta perwakilan warga Buluri, baik dari Karang Taruna dan Komunitas Hutan Terakhir (Kathari).

Arman, selaku Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala-Donggala, mengatakan, penyelamatan hutan Uwentumbu sangat penting karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

“Penanaman pohon dan pembentangan spanduk sebagai bentuk desakan kepada pemerintah agar tidak seenaknya menerbitkan izin konsesi dan harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan,” tegas Arman, Senin (08/07).

Ia juga mengimbau agar perusahaan galian C tertib terhadap lingkungan hidup.

“Jangan mengeksploitasi lingkungan tanpa ada pertimbangan kemanusiaan. Pohon-pohon di mata air semua berdebu, artinya perusahaan mengabaikan kesehatan warga. Kalau pohon berdebu airnya juga pasti terdampak,” sambung Arman.

Sementara itu, Koordinator JATAM Sulteng, Moh Taufik, mengatakan, penyelamatan kawasan hutan dan sumber air yang terancam pertambangan pasir dan batuan terus dilakukan sebagai upaya menjaga dan melestarikan Uwentumbu.

Menurut dia, dari data yang dihimpun JATAM Sulteng, kawasan hutan dan sumber air Uwentumbu berpotensi masuk dalam konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batuan dan Pasir.

“Kita berharap agar pemerintah mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan pasir dan batuan yang ada di sepanjang Pesisir Palu-Donggala yang telah berdampak buruk bagi kehidupan sekitar,” terang Upik, sapaan akrabnya.

Pengampanye Walhi Sulteng, Wandi, menyebut, pembentangan spanduk sekaligus penanaman pohon yang dilakukan Koalisi Petisi Palu Donggala sebagai tanda bahaya terhadap hutan Uwentumbu dan sumber mata air terakhir yang terancam diekstraksi oleh perusahaan untuk kepentingan pembangunan IKN.

Menurut dia, kawasan hutan dan mata air merupakan sumber penghidupan terakhir yang dimiliki oleh warga lingkar tambang yang di manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari

“Gempuran industri tambang batuan dan pasir dengan target 30 juta ton material yang dikirim ke IKN secara tidak langsung perluasan eksploitasi juga meningkat hingga menghilangkan sumber penghidupan terakhir yang dimiliki oleh warga,” jelas Wandi.

Walhi Sulteng mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah segera mencabut izin pertambangan dan mengavaluasi seluruh perusahaan wilayah Pesisir Palu Donggala yang hanya melanggengkan kejahatan lingkungan serta mengancam menghilangkan ruang ruang hidup warga. (RIFAY)