Ramadhan, sekarang ini sudah masuk di penghujung bulanmu. Saat ini semua begitu antusisas merayakan hari kemenangan. Hari di mana ada libur kerja dan segala kegiatan, hari di mana tali silaturahmi kembali dieratkan.
Ramadhan, kami pasti sangat merindukanmu. Bulan ini, mungkin banyak hamba Allah yang masih belum menemukan arti Ramadhan yang sesungguhnya.
Semua kebiasaan sudah kita jalani dan mulai terbiasa denganmu Ramadhan. Meski tidak semua orang menyambutmu, namun semua mahluk merindukanmu kembali Ramadhan.
Barangsiapa yang beribadah hanya karena Ramadhan, sungguh ia akan merugi karena amal ibadah yang diperbuatnya juga akan sirna seiring perginya Ramadhan tahun ini.
Akan tetapi bagi yang beramal karena melaksanakan keta’atan-nya atas apa yang diperintahkan Allah SWT kepadanya, maka beruntunglah dirinya. Sebab setelah Ramadhan berlalu, ia masih punya waktu untuk mengabdi dan beribadah kepada Alla Ta’ala sambil melakukan muhasabah; melaksanakan evaluasi atas apa yang telah dikerjakannya selama Ramadhan mengisi hari-hari kehidupannya.
Dan bagi “hamba Allah” yang memiliki iman yang kokoh, Ramadhan hanyalah merupakan salah satu kesempatan terbaik untuk menambah keta’atan dan meraih hidayah Allah, agar dalam bulan-bulan lainnya mereka tetap menadapatkan keteguhan hati sebagaimana do’a yang senantiasa mereka lafazkan ke hadirat Allah SWT:
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Q.S. Ali ‘Imran: 8)
Dan tentu saja mereka berharap puasa serta amaliah lainnya yang mereka kerjakan selama Ramadhan, kelak akan menjadi syafaat atau saksi yang meringankan ketika nanti mereka berhadapan dengan Allah Ta’ala sebagaimana yang disebutkan Rasulullah SAW dalam hadis beliau:
“Sesungguhnya puasa dan Al-Quran akan memintakan syafaat bagi seorang hamba di Hari Kiamat nanti. Puasa berkata: “Wahai Tuhanku, aku telah mence-gahnya dari makan dan syahwat, maka berilah ia syafaat karenanya.” Al-Quran juga berkata: “Wahai Tuhanku, aku mencegahnya dari tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.” Rasulullah SAW berkata: “Lalu keduanya memintakan syafaat.” ( HR.At-Thabrani; Imam Ahmad dan al-Hakim r.a)
Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan “hamba Allah” yang demikian itu; yang benar-benar beribadah kepada Allah Ta’ala bukan semata-mata hanya karena Ramadhan. Atau dengan kata lain benar-benar menjadi hamba yang “Rabbani”; yang senantiasa hidup dan berbuat hanya karena dan untuk Allah Ta’ala semata. Bukan hamba “Ramadhani” yang senantiasa hidup hatinya untuk melakukan amal saleh dan kebajikan hanya di bulan Ramadhan.
Setelah itu jangan lupa menjalankan puasa sunnah bulan Syawal, dianjurkan untuk segera melaksanakannya secara sempurna, enam hari. Jangan menunda-nunda pelaksanaannya, karena tanpa kita sadari juga, bulan Syawal juga segera akan meninggalkan kita.
Puasa enam hari bulan Syawal, selain pahalanya sebanding dengan puasa selama setahun penuh, juga menjadi penyempurna puasa.
Mengapa puasa enam hari di bulan syawal itu penting? Bagi kita, kebutuhan untuk menjalankan ibadah tidak sekadar mencari pahala. Lebih penting dari itu ia adalah upaya muqarabatullah (mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Muqarabah itu dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah-ibadah sunnah, di samping yang wajib. Salah satu ibadah sunnah yang efektif sebagai sarana muqarabah adalah puasa sunnah. Di antara puasa sunnah yang mu’akkad adalah puasa enam hari bulan syawal.
Akhirnya kita ucapkan selamat jalan Ramadhan, mudah-mudahan Allah Ta’ala masih memberi kami kesempatan untuk berjumpa dan menikmati jamuan Allah yang berlimpah dan penuh berkah dalam hitungan hari yang engkau lalui untuk meraih niilai keimanan dan ketakwaan yang hakiki dalam pandangan Allah Ta’ala. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)