PALU – Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, angkat bicara menyatakan sikap terkait dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) Haji oleh DPR RI.

DPR sendiri telah menyetujui pembentukan pansus haji tersebut dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli lalu.

Pansus ini disahkan setelah anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, atas dasar adanya indikasi penyalahgunaan kuota haji tambahan oleh pemerintah.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, mengatakan, Pansus Haji yang diprakarsai politisi di parlemen, patut dipertanyakan dimensi rasionalitasnya.

“Ada dua sisi yang kami sikapi. Pertama soal manajemen pemerintahan. Ada norma pengawasan yang berlaku. Terlebih dahulu ada sistem pengawasan internal. Melalui mekanisme ini akan diketahui sejauhmana suatu kebijakan dijalankan sesuai peraturan perundangan atau tidak,” katanya, Rabu (17/09).

Bila dicermati dari sisi ini, kata dia, apa yang dilakukan pemerintah tentang pengaturan kuota antara kelompok gaji reguler dan khusus, tidak bertentangan dengan peraturan.

“Juga kita dapat membahasakan kewenangan yang diberikan kepada menteri yang merupakan bentuk diskresi yang dibenarkan undang-undang. Maka kebijakan membagi kuota tambahan fifty-fifty itu clear dari sudut norma ini. Di mana salahnya?,” tanyanya.

Kedua, lanjut Sekjen, isu ini menyangkut hak kesempatan beribadah semua orang agar punya posisi yang sama.

“Orang berduit juga ingin masuk sorga sama dengan lainnya. Apalagi secara keseluruhan, hak kesempatan haji itu di atas 90 persen untuk khalayak umum. Ini kebijakan sangat rasional dan beradab,” ujarnya.

Ia pun mempertanyakan apa motif politik para aktor legislatif itu memperlihatkan aksinya.

“Publik melihat kasus ini secara terang benderang. Justru masalahnya mengapa ada sandiwara pansus ini. Seolah-olah para aktor ini sedang menggantang asap,” tutupnya.

Tambahan kuota 20.000 mendapat approval (persetujuan) dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi pada 8 Januari 2024, dengan alokasi 10.000 untuk haji khusus dan 10.000 reguler. Hal itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. (RIFAY)