Sekjen: Gelar Pahlawan Bukan Keinginan Guru Tua, Tapi Kebutuhan Negara

oleh -
Sekjen PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, membawakan sambutan pada seremoni penyerahan pengesahan status kewarganegaraan Sayyid Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, Senin (29/07), di Kantor Kemenkum-HAM Sulteng. (FOTO: media.alkhairaat.id/Ikram)

PALU – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, menghadiri seremoni penyerahan pengesahan status kewarganegaraan Sayyid Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, Senin (29/07).

Pengesahan tersebut diserahkan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Hermansyah Siregar, kepada Sekretaris Kota (Sekkot) Palu, Irmayanti Pettalolo.

Pengesahan kewarganegaraan diketahui merupakan satu-satunya dokumen terakhir yang disyaratkan pemerintah pusat, sebelum menetapkan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional.

Pada kesempatan itu, Sekjen PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, menyampaikan bahwa hal ini adalah sesuatu yang luar biasa, peristiwa sosial yang maha penting, khususnya di lingkungan keluarga besar Alkhairaat dan seluruh umat Alkhaiarat di kawasan timur Indonesia.

Menurutnya, gelar kepahlawanan sebenarnya tidak punya arti bagi mereka-mereka yang telah melakukan perjuangan. Namun, kata dia, yang membutuhkan kepahlawanan itu, justru adalah negara ini.

“Andai mereka para pejuang itu ditanya, mereka tidak membutuhkan apapun pemberian dari kita. Guru Tua juga begitu, karena yang membutuhkan dia itu adalah negara. Begitu juga pendidikan agama yang dikembangkan oleh Guru Tua, yang membutuhkan itu adalah negara,” tegas Jamal, sapaan akrabnya.

Ia mengajak kepada semua pihak untuk berdoa, agar pengesahan kewarganegaraan Guru Tua adalah sebuah proses kenegaraan dalam rangka memberikan penghargaan kepada para pejuang.

“Kita tidak tahu karena mereka yang mengambil kebijakan puncak di Jakarta. Tapi kita saling mendukung untuk mewujudkan harapan negara, harapan masyarakat ini terhadap kepahlawanan Guru Tua,” harapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sebuah gelar kepahlawanan kurang lebih melalui tiga proses secara umum.

Pertama, kata dia, yaitu proses ekologis yang menentukan orang berada di wilayah mana dia hidup, tumbuh beradaptasi dengan lingkungan, kemudian menjadikan hidup berkesinambungan.

“Mungkin ada dua hal, satu orang yang memang asli di Tanah Kaili ini misalnya. Tetapi ada orang yang melalui proses pengendapan, dia datang ke suatu lingkungan dan dia beradaptasi begitu lama. Guru Tua ini dari sejak tahun 30-an sudah ada di sini. Maka proses ekologis itu sudah dilewati,” jelasnya.

Selanjutnya adalah proses kultural, kebudayaan-pembudayaan. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Guru Tua dengan mengembangkan pendidikan, semua itu adalah proses pewarisan nilai-nilai masyarakat.

Kemudian proses sosial. Guru Tua telah menciptakan ikatan sosial yang begitu kuat di tengah masyarakat. Di mana-mana Alkhairaat itu ada, kata dia, kurang resistensi dari masyarakat.

“Saya kira sampai sekarang ini, tidak ada warga Alkhairaat yang jadi teroris. Ulama-ulamanya selalu mengembangkan dakwah yang sejuk. Ini de facto, Guru Tua itu ada di dalam sistem masyarakat kita yang saya sebutkan tadi. Terserah pemerintah saja, apakah orang-orang yang begitu besar jasanya terhadap kehidupan masyarakat kita, masih cukup membuat kita rumit untuk menetapkan status sebagai kewarganegaraannya. Begitu rumitkah,” katanya.

Atas nama perhimpunan Alkhairaat dan keluarga besar Guru Tua, ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mengupayakan pengakuan kewarganegaraan Guru Tua.

“Alhamdulillah pemerintah melalui Kemenkum-HAM, khususnya Bapak Kakanwil sudah berupaya luar biasa sehingga apa yang diharapkan oleh keluarga besar Alkhairaat dan masyarakat Islam, khususnya di kawasan timur Indonesia, hari ini benar-benar terwujud,” katanya.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Kemenkum-HAM Sulteng adalah suatu pendekatan yang sederhana, tapi luar biasa, karena sedikit saja orang yang begitu punya perhatian serius dengan hal-hal yang dibutuhkan oleh bangsa ini.

Kata dia, dengan kehadiran pimpinan Kemenkum-HAM yang baru delapan bulan menjabat, semua ini menjadi sederhana.

“Sehingga kalau orang punya pandangan bahwa pahlawan itu seorang figur, maka dia pasti tidak melihat begitu besar pentingnya makna kepahlawanan itu. Sehingga, persoalan-persoalan yang sifatnya sangat individual itu, terkesan menjadi rumit, padahal sederhana sekali,” imbuhnya. (RIFAY)