Sore, dua hari lalu, saya kembali meradang. Bagaimana tidak, sedikitnya jatuh lagi korban 3 mahasiswa pendemo dan harus dirawat di rumah sakit. Bahkan ada seorang di antaranya yang sempat tak sadarkan diri. Mengapa harus terjadi?
Seperti halnya di hampir seluruh provinsi terjadi demo besar-besaran, mahasiswa yang menggeruduk kantor DPRD provinsi dan kabupaten dalam aksi Bela Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 60 yang hampir dibegal DPR RI lewat usulan pengesahan RUU Pilkada.
Sama dengan penanganan demo-demo sebelumnya, khususnya di Sulawesi Tengah. Sering terjadi jatuhnya korban. Aparat kepolisian diduga tidak profesional dan tidak persuasif tangani pendemo dan sebaliknya kerap terjadi demo anarkis khas mahasiswa. Apa yang salah?
Saya beranggapan baik pihak kepolisian maupun mahasiswa sama-sama keluar dari norma yang seharusnya menjadi aktivitas sebuah demo atau unjuk rasa.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) meski sudah melakukan pengawasan di lapangan, tetap saja kecolongan yang ujung-ujungnya terjadi “chaos” dengan jatuhnya korban. Agaknya pihak BEM perlu evaluasi tata krama sebuah demonstrasi lewat pelatihan-pelatihan soal unjuk rasa yang efektif dengan melibatkan sebanyak-banyaknya mahasiswa.
Tak cukup hanya lewat rapat para aktivis senior, tapi para mahasiswa anggotanya diberi kesadaran berpolitik lewat tata cara dan prosedur agar tuntutannya bisa tersalur dan dipahami untuk dilaksanakan seluruh pihak yang berkepentingan. Ada “mission sacre” yang harus dicapai dan bukan hanya sekedar unjuk rasa dan nafsu.
Bagi Rektor dan Pembina Kemahasiswaan, jatuhnya korban di pihak mahasiswa tidak cukup hanya dengan mengunjungi anak-anakmu di rumah sakit atau tahanan bila ada yang harus ditahan. Tapi lakukanlah pembelaan hukum terhadap anggota civitas academikmu. Lakukanlah investigasi apakah mereka yang menjafi korban tersebut akibat sebuah kecelakaan atau terjadi kekerasan saat unjuk rasa dari oknum kepolisian.
Kemudian lakukan pembelaan hukum agar semua terlindungi. Tak kalah penting segera undang pimpinan kepolisian di daerah ini seperti Kapolda, Wakapolda dan Irwasda untuk saling menjaga hubungan kuat, utamanya dalam upaya perlindungan mahasiswa dalam unjuk rasa.
Ingat, mahasiswa itu adalah agent perubahan yang selama ini tercatat dalam sejarah telah banyak memberi andil dalam perubahan di republik ini. Merekalah jelmaan fungsi menara air perguruan tinggi di masyarakat.
Sangat tidak terbayangkan bila ribuan mahasiswa mencari jalannya sendiri melakukan perubahan dengan lepas dari dekapan pimpinan almamaternya. Berilah perlindungan pada mahasiswa.
Untuk pimpinan kepolisian di daerah tercinta, saya memahami tugas dan pengabdian institusi. Saya memberi respek pada aparat di lapangan yang telah berpeluh lelah hadapi unjuk rasa. Olehnya teruslah berpegang pada standard operasional penanganan unjuk rasa.
Itulah resep ampuh mencegah terjadinya kekerasan. Penuhi ruang giat dengan pendekatan persuasif dimana hati nurani menjadi senjata utama. Saya yakin tak ada yang menginginkan tindak kekerasan apalagi hingga jatuhnya korban. Toh anda juga mempunyai anak-anak seperti mereka yang harus anda jaga. Anak anak yang diharapkan kelak menjadi manusia yang bermanfaat bagi keluargamu dan masyarakat.
Para pendemo itu juga mempunyai orang tua dan keluarga yang banyak menaruh harapan yang sama. Terlebih mereka kini sedang berjuang memperbaiki negeri lewat demo-demo di seluruh Indonesia.
Mereka adalah anak-anak kita yang sedang mengingatkan bahwa ada yang ingin membegal Keputusan MK. Jika mereka anarkis dalam berunjuk rasa, lakukanlah sesuai protap yang disepakati semua pihak tanpa harus ada tindakan kekerasan.
Bagi pimpinan, lakukanlah evaluasi penanganan unjuk rasa. Dahulu saya masih ingat ada Kapolres di Kabupaten Banggai yang dicintai masyarakat karena berhasil menangani unjuk rasa secara persuasif. Juga ada Kapolda yang dihormati mahasiswa karena berhasil merebut hati mereka lewat penanganan unjuk rasa secara damai.
Bagi para anggota legislatif, sambutlah kedatangan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan kantormu. Mereka bukan hanya adik-adik, tapi mereka adalah pewaris negeri ini. Ingat, kalian dahulu sebelum menjadi anggota dewan yang terhormat juga pernah berteriak dan bermandikan keringat di bawah terik matahari berdemo di tempat yang sama.
Keluarlah, dengarkanlah suara mereka dan berilah mereka setetes air minum. Itu yang akan menghilangkan hausmu kelak di padang masyar! Berilah mereka senyuman agar mereka berhenti berteriak dan membalas senyumanmu. Jangan biarkan mereka harus menghadapi aparat karena putus asa suara mereka diabaikan.
Saya mengimbau kepada anak-anakku di BEM seluruh Perguruan Tinggi di Sulawesi Tengah. Bangunkanlah mereka yang berkantor di Komnas HAM dan Ombdusman Perwakilan Sulawesi Tengah yang sedang tertidur lelap.
Bangunkanlah karena hari sudah siang. Sampaikan salam saya ke Pak Gubernur, ada tiga korban saudara kalian yang mengalami nahas.
Mintalah agar beliau berbicara dengan Kapolda bahwa kalian adalah sahabat kepolisian yang sedang mengingatkan ada keputusan MK yang harus dijaga. Tabe, Merdeka! Wassalam,
Rintik Hujan di Sudut Kota Palu, 24 Agustus 2024
H. Sofyan Farid Lembah (Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Untad 1985-1987/Pekerja Sosial