PALU – Pertemuan para seniman yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Kebudayaan Daerah di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sulawesi Tengah, belum lama ini tidak berbuah kesepakatan.
Beberapa pasal dalam Raperda tersebut dinilai kontraversi dan perlu dipertimbangkan, di ataranya tentang rencana disatukannya Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan.
Umumnya, seniman tidak menginginkan disatukan, melainkan tetap dipisahkan karena memiliki visi yang berbeda.
Bahkan menurut mantan Ketua Dewan Kesenian Palu, Arifin Sunusi, lembaga Dewan Kesenian dikeluarkan dari Raperda Penyelenggaraan Kebudayaan, dan hanya Dewan Kebudayaan dan Dewan Adat saja yang dimasukkan.
“Sebab bila Dewan Kesenian disatukan dalam suatu Perda itu janggal mengingat dewan kesenian memiliki regulasi tersendiri jauh sebelum adanya undang-undang pemajuan kebudayaan,” jelas Arifin Sunusi.
Aturan tentang dewan kesenian itu, kata Arifin, adalah berupa Instruksi Dalam Negeri (Mendagri) Tahun 1993 yang mengatur tentang keberadaan dewan kesenian.
Sehingga, kata dia, bila kemudian dewan kesenian dimasukkan dalam ranperda penyelenggaraan kebudayaan itu, bisa jadi ketika sudah disahkan atau bahkan ketika diajukan ke Menteri Dalam Negeri akan dibatalkan sehingga masalahnya makin panjang.
Karena itu, mantan anggota DPRD Kota Palu ini juga menyarankan agar dewan kesenian memiliki penguatan dalam perda tersendiri agar lebih kuat saling mendukung dengan adanya regulasi Inmendagri. Sebab sampai saat ini Insruksi Mendagri tentang dewan kesenian sama sekali belum pernah dicabut dan cukup kuat sehingga kedudukannya tetap berlaku.
Dalam dialog dan perdebatan yang dipimpin Kepala Bidang Kebudayaan (Kabid) Kebudayaan Dinas pendidikan dan kebudayaan Sulteng, Rachman Ansyari itu berlangsung alot.
Sebab, baik Emhan Saja, Endeng Mursaling, Djamaluddin Mariadjang dan sejumlah seniman lainnya menyarankan agar jangan dulu dilakukan pengesahan di DPRD Provinsi.
Perlu pematangan dan pertimbangan matang, lagi pula kata Endeng Murslim, seorang perupa, keberadaan ranperda penyelenggaraan kebudayaan ini belum tentu menguntungkan seniman dalam penganggaran, melainkan selama ini yang menikmati bantuan kesenian adalah orang-orang tertentu saja yang memiliki kedepatan dengan kekuasaan.
Banyaknya desakan itu, sehingga Rachman akan berkoordinasi kembali dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemerda) di DPRD Provinsi Sulawesi Tengah yang sudah tiga kali melakukan pembahasan.
Pada Bab III pada pasal 28 terdapat tiga ayat yang cukup alot pembicaraannya, yaitu mengenai lembaga adat, dewan debudayaan dan dewan kesenian harus dituntaskan secara jelas.
Ranperda tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, yang di dalamnya mengakomodir 10 objek pemajuan kebudayaan antara lain; tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olah raga tradisional.
Dengan adanya Perda Tentang Penyelenggaraan Kebudayaan Daerah akan memberi peluang dalam pelestarian kebudayaan daerah Sulawesi Tengah.
Secara kelembagaan maupun secara individu masalah kebudayaan menjadi tanggungjawab pemeirntah bersama masyarakat untuk pelestarian.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay