PALU – Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Aminuddin Aziz, hadir sebagai pemateri rapat koordinasi antarinstansi dalam rangka implementasi model perlindungan bahasa daerah untuk lima bahasa ibu di Sulawesi Tengah (Sulteng), di Kota Palu, Kamis (16/03).

Lima bahasa yang dimaksud adalah Kaili (Kota Palu dan Kabupaten Donggala), Pamona (Kabupaten Poso), Saluan (Kabupaten Banggai), dan Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan).

Menurut Aminuddin, rapat koordinasi antara pemangku kepentingan, baik pusat maupun daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah langkah awal untuk menyamakan persepsi tentang rencana penyelenggaraan revitalisasi bahasa daerah di lima kabupaten/kota di Sulteng.

“Menurunnya penggunaan bahasa daerah tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi pula di seluruh dunia, karena jumlah penutur selalu menurun dari waktu ke waktu yang disebabkan banyak faktor. Oleh karena itu menjadi kewajiban kita, kalau kita melihat bahasa daerah ini adalah sebuah aset, berarti kita perlu melestarikan,” papar Aminuddin.

Dahulu, kata dia, penurunan pengunaan bahasa daerah berada di wilayah timur. Karena dari 718 bahasa daerah di Indonesia, 428 berada di Papua, 72 di NTT, kemudian di Sulteng ada puluhan. Semakin banyak bahasa daerah, potensi kehilangan juga lebih besar.

“Dalam beberapa tahun terakhir ini bergeser ke barat. Artinya, ancaman kepunahan bahasa daerah bukan hanya dialami di wilayah-wilayah timur dengan jumlah penduduk yang sedikit, tetapi juga oleh bahasa-bahasa yang jumlah penduduknya besar, ke tengah dan barat Indonesia,” jelas Aminuddin.

Aminuddin menegaskan, untuk menghadapi ancaman kepunahan bahasa ibu tersebut, badan bahasa membuat strategi yang disebut revitalisasi bahasa daerah dengan model-model yang disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing, dengan melibatkan semua pihak mulai dari pemerintah pusat (badan bahasa), pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota, dan dinas pendidikan,

“Termasuk keluarga untuk berpartisipasi. Lalu juga komunitas tutur apakah mereka itu pegiat, sastrawan, para penulis, tokoh-tokoh masyarakat untuk aktif bersama-sama dalam program ini,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Sulteng, Asrif, menjelaskan, mengenai bahasa daerah yang hanya diwakili satu daerah meski juga menjadi bahasa ibu di kabupaten lain, seperti bahasa Banggai, akan dijangkau di tahun berikutnya.

“Saat ini, koordinasi yang kami lakukan hanya pemerintah daerah Banggai Kepulauan. Namun tahun berikutnya, kami akan berkembang pada wilayah yang lain. Kami inginnya menjangkau semuanya, tetapi dengan kekuatan SDM kami, hanya bisa menjangkau untuk satu kabupaten untuk bahasa Banggai,” jelas Asrif.

Reporter : Iker
Editor : Rifay