Masyhuddin Masyhuda menyebutkan, dalam beberapa tahun kehadiran Srimutiara melakukan pembinaan organisasi pemuda. Beberapa anggotanya kembali ke Kalimantan Selatan dan sebagian menetap di Donggala dan di Palu hingga kawin-mawin, menyatu dengan penduduk setempat. Sjukrie Ma’ien menetap di Donggala hingga akhir hayatnya.
Sebagai tokoh politik dan buruh yang disegani, Sjukrie Ma’ien pernah menghadiri kegiatan ILO seperti di Turin (Itali), Geneva (Swis), Berlin dan Franfrurt (Jerman) di masa 1960-an.
Pada dekade 1960-an GASBIINDO sangat menonjol dan memiliki kekuatan yang diperhitungkan. Meskipun organisasi Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) merupakan onderbow PKI (Partai Komunis Indonesia) juga terbentuk, tapi di Donggala menurut kesaksian Abdul Djalil tidak menonjol dan hanya papan namanya yang ada.
Itu pun ketahuan kalau ada organisasi buruh itu ketika awal tahun 1960-an terjadi aksi buruh mogok di sejumlah pelabuhan, kecuali di Donggala tidak ada pemogokan.
Pada tahun 1964 saat Marten Piai bekerja di Kantor Douane (Bea Cukai) Donggala seperti ditururkan dalam buku Sulawesi Bersaksi (Putu Oka Sukanta, editor, 2013) hlm 183, membentuk dan mengetuai Serikat Buruh Pelabuhan Pelayaran (SBPP) Donggala beranggotakan para buruh pelabuhan. Di antara program kerja adalah memperjuangkan kesejahteraan buruh dan kenaikan upah bongkar muat.
Organisasi buruh ini tidak lama bertahan dengan berpindahnya Marten Piai ke Palu dan situasi politik pascatragedi Gerakan 30 September 1965 di Jakarta berdampak pada pembubaran seluruh organisasi onderbouw PKI.
Di masa pemerintahan Orde Lama, kekuatan buruh sangat diperhitungkan secara politik. Tokoh-tokohnya memiliki kedudukan yang kuat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Pada saat berdirinya Provinsi Sulawesi Tengah tahun 1964 dilengkapi dengan pembentukan DPRD-GR Provinsi Sulteng, salah satu dari 21 anggota Dewan diangkat dari perwakilan buruh yaitu Daud Ladudin (pengurus GASBIINDO) dari Donggala.
Daud Ladudin (1939-1991) aktif dalam organisasi buruh, setelah menyelesaikan pendidikan SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas) di Makassar tahun 1958.
Berbagai kegiatan GASBIINDO diikuti bersama Muhammad Hanafi (Mandor Mamma) seperti menghadiri Sidang Majelis Nasional dan Muktamar VII di Kota Semarang pada tanggal 16-20 Juli 1963.
Sekembali dari Muktamar, Daud Ladudin mendapat rekomendasi dari GASBINDO pusat untuk menghadiri Training Buruh se-dunia diadakan ILO (International Labour Organization) di Calkuta, India awal tahun 1964.
Selain itu, Daud juga memegang perusahaan PT. Admiral Lines dengan jabatan Kepala Cabang Donggala-Poso (1976-1981) bergerak di bidang pelayaran pemuatan kayu hitam untuk ekspor ke luar negeri dengan kantor pusat di Jakarta.
Selain itu pernah pula terbentuk SARBUMUSI merupakan onderbow Partai Nahdatul Ulama (PNU). Di Donggala diketuai Usman Supu dan Gabungan Organisasi Buruh Sarikat Islam (GOBSI) onderbow PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia) diketuai Muhammad Agus.
Kedua organisasi buruh tersebut tidak lama bertahan. Akhir dekade 1970-an GASBIINDO Donggala mulai mundur disebabkan situasi kekuasaan politik Orde Baru sangat ketat dalam mengontrol organisasi buruh. Pimpinan pusat ketika itu, Agus Sudono, memiliki kepedulian cukup tinggi pada kaum buruh.
Antara tahun 1972-1973 pernah terbentuk Gabungan Buruh Pelabuhan Donggala (GBPD) atas inisiatif penguasa pelabuhan. Berakhir ketika pemerintah pusat membentuk Serikat Buruh Maritim Indonesia (SBMI) dan di Donggala pengurus intinya adalah penguasa pelabuhan.
“Bagi kami apapun organisasi buruh yang menaungi waktu itu tetap ikut, yang penting aman dalam bekerja dan tidak dipersulit dalam berbagai urusan,” jelas Abdul Djalil.
SBMI bergabung dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) bersifat independen dan demokratis anggotanya seluruh buruh-karyawan yang bekerja di lingkungan maritim. Susunan orgnisasinya terdiri dari pengurus pusat, pengurus wilayah meliputi wilayah perhubungan laut, pengurus daerah meliputi propinsi, pengurus cabang meliputi daerah pelabuhan dan pengurus basis meliputi unit kerja di pelabuhan.
SBMI dibubarkan dan diganti dengan YUKA (Yayasan Usaha Karya) tahun 1978-1988 tetap dibawah kendali penguasa pelabuhan. Kantor YUKA Cabang Donggala beralamat Jalan Mutiara No. 41 Donggala. Di antara yang pernah menjadi ketua yaitu Muhayyat, Frans Aleks Panda, Asli D.M. dan terakhir Tuliabu.
Seiring adanya perubahan secara nasional YUKA dilebur menjadi Koperasi TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) Pelabuhan Donggala sejak tahun 1992 sampai sekarang lebih independen tanpa kendali secara politik. Merupakan wadah mengurus kesejahteraan dan mengatur kegiatan bongkar-muat bila ada kapal yang beroperasi di pelabuhan.
Pemerintah sebatas pembina oraganisasi dan saling berkoordinasi melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi maupun Dinas Koperasi dan UKM yang berkaitan dengan tugas TKBM.
Penulis : Jamrin Abubakar
Editor : Rifay