PALU – Lima mahasiswa Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu yang tergabung dalam Tim Kiblat Klinik Hisab Rukyat, menemukan fakta sebagian besar masjid yang berdiri di Kota Palu, salah arah kiblat.

Ada masjid yang posisinya tidak sampai ke arah kiblat, ada pula yang melewati arah dari yang seharusnya.

Sejumlah masjid yang tidak sesuai arah kiblat, antara lain, masjid Kantor Gubernur Sulteng, Masjid Kantor Wali Kota Palu, Masjid Kejaksaan Tinggi, Masjid Jami Darussalam Emi Saelan, Masjid Raya.

Selain masjid, tim ini juga meneliti arah kiblat di tempat pemakaman umum (TPU) dan rumah potong hewan (RPH).

Untuk posisi makam, penelitian dilakukan di semua TPU, seperti Pogego Palu Barat, Kelurahan Talise, Birobuli Utara, dan Tavanjuka.

Lima mahasiswa ini berasal dari Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga (Ahwalus Syakhsiyah), Fakultas Agama Islam Unisa. Mereka adalah Taufik Musa, Fikri, Ambo Agus, Wafiq Azizah, dan Jesnita Dwi Hildasari.

Ketua tim peneliti, Taufik Musa, mengatakan, dari hasil penelitian yang dilakukan sejak Mei sampai Juli 2025, ditemukan 70% masjid dan 99% makam di Kota Palu salah arah kiblat.

Menurutnya, rata-rata masjid dan pemakaman hanya berpatokan arah barat saja. Demikian halnya dengan satu-satunya RPH yang ada di Kecamatan Tatanga.

“Padahal arat barat itu banyak. Jadi yang tepat itu harusnya minus barat-barat Laut. Jadi arah kiblat untuk Kota Palu yang tepat itu adalah 68 derajat dari utara ke barat, dan 21 derajat dari barat ke utara. Kalau keseluruhan dari utara, timur, selatan, ke barat sampai kiblat, itu 291 derajat,” ungkap Taufik Musa, didampingi empat rekannya, di Redaksi Media Alkhairaat, Selasa (22/07).

Dia mencontohkan, untuk TPU Pogego, kemungkinan hanya berpatokan pada jalan. Padahal, kata dia, jika berpatokan pada jalan, maka arah kiblat justru sangat jauh, mencapai 68 derajat.

Demikian halnya dengan RTH Tatanga, menyimpang 30 derajat.

Di RPH, kata dia, posisi hewan kurban yang disembelih harus sesuai arah kiblat. Namun, biasanya, posisi kepala hewan saat disembelih, rata-rata mengikuti posisi atau arah bangunan RTH, sehingga otomatis prosesi penyembelian juga salah.

“Alangkah baiknya saat dibangun, posisinya juga sudah disesuaikan dengan arah kiblat,” ujar Taufik.

Meski demikian, kata dia, ada beberapa masjid dan makam yang sudah sesuai atau tepat dengan arah kiblat.

Ia mencontohkan masjid yang sesuai arah kiblat, seperti Masjid UIN Datokarama Palu dan masjid menara miring di Kelurahan Silae.

“Untuk makam Guru Tua, setelah diukur sudah sesuai dengan arah kiblat. kami temukan juga satu kuburan di Birobuli Utara yang juga sangat sesuai arah kiblat,” ujarnya.

Meski berada di tempat pemakaman umum, lanjut dia, namun itulah satu-satunya kuburan yang menghadap kiblat.

Tak sekadar menyampaikan kesalahan arah kiblat, Taufik bersama rekan-rekan timnya juga mengungkap metode yang digunakan dalam menentukan posisi bangunan. Kata dia, pengukuran dilakukan menggunakan ilmu falaq dengan metode hisab.

Pertama, kata dia, yang jadi patokan adalah matahari. Mereka menghitung rumus tinggi matahari, lalu dicari berapa sudut waktu matahari, sebelum akhirnya dicari rumus azimut matahari.

Azimut matahari itulah yang sudah menjadi patokan antara utara dan selatan.

“Lalu kita siku antara timur dan barat. Sehingga didapatlah ukuran arah kiblat itu. Jadi arah kiblat bangunan masjid, kuburan, atau rumah potong hewan itu harus menggunakan ilmu falak,” ujarnya.

Ia berharap, hasil penelitian ini bisa menjadi rujukan masyarakat, termasuk instansi pemerintah dan dunia usaha, seperti perhotelan, sebelum membangun tempat ibadah, baik masjid maupun mushala.

“Kami berharap, saat membangun masjid jangan menggunakan kompas, karena kompas cara kerjanya mengikuti magnet bumi,” katanya.

Ia menjelaskan, magnet bumi mengalir dari kutub selatan magnet ke kutub utara magnetik. Jika ada besi-besi yang menempel di bawah tanah yang tidak terlihat, maka bisa memengaruhi keakuratan posisi kompas ke magnet bumi itu.

“Jadi bisa menyimpang. Kompas bisa dijadikan acuan dalam shalat, tapi dalam keadaan darurat, misalnya di kapal, mobil, atau di tengah hutan. Kompas itu tidak bisa dijadikan rujukan untuk bangunan yang dipakai dalam jangka panjang atau permanen,” katanya.

Pihaknya bersedia dimintai bantuan untuk mengukur arah kiblat yang benar, sebelum pembangunan masjid.

Ia mengatakan, jika sudah ada masjid yang sudah terlanjur berdiri dan arah kiblatnya masih salah, maka bisa disiasati dengan mengatur shaf jemaah agar tidak shalat sesuai arah bangunan masjid.

Lebih lanjut Taufik mengatakan, mereka terdorong melakukan penelitian tersebut, mengingat arah kiblat adalah salah satu syarat sahnya shalat.

Menghadap kiblat itu adalah syarṭun min syurūṭi ṣiḥḥatiṣ-ṣalāh, salah satu syarat dari syarat-syarat sahnya shalat. Semua ulama dunia sepakat dengan ini,” jelasnya.

Tak hanya itu, Taufik juga menyampaikan sejumlah dalil yang berkaitan dengan itu. Antara lain, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, di mana Rasulullah Saw bersabda “Apabila kalian mendirikan shalat maka berwudhulah dengan sempurna kemudian menghadaplah ke kiblat” (HR Bukhari).

Selain itu, kata dia, dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 144, Allah SWT berfirman “Hadapkanlah wajahmu ke arah masjid Al Haram”.

“Mengapa diperintahkan ke masjid Al-Haram, karena di dalamnya ada kiblat yaitu Ka’bah,” katanya.

Taufik memperjelas bahwa kiblat yang dimaksud adalah Ka’bah, melalui hadits dari Ibnu Abbas dan Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhumaa, bahwa Nabi Muhammad Saw masuk ke dalam Ka’bah kemudian keluar dari Ka’bah lalu shalat dua rakaat kemudian bersabda “ini kiblat” seraya menunjuk bangunan Ka’bah (HR. Ahmad).

“Dari hadits di atas kita dapat mengetahui bahwa kiblat kaum muslimin adalah Ka’bah, bukan arah barat atau barat mana saja,” tutupnya.