JAKARTA – Memperingati hari dunia menentang pekerja anak jatuh setiap 12 Juni, Save the Children Indonesia menegaskan kembali komitmennya dalam melindungi anak dari praktik eksploitasi.
Di tengah meningkatnya jumlah pekerja anak pada 2024 tercatat lebih dari 1 juta anak, Save the Children Indonesia memperkuat sistem perlindungan anak di tingkat komunitas melalui penguatan kapasitas kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya pekerja anak sejak dari level desa, PATBM memiliki peran penting dalam membangun kesadaran, mendeteksi risiko dan mendorong tindakan nyata di lingkungan sekitarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan terjadi peningkatan jumlah pekerja anak usia 15–17 tahun, mulai dari 1,01 juta pada 2023 menjadi 1,27 juta pada 2024. Sebagian besar dari mereka berada di wilayah pedesaan (2,82%) dibandingkan perkotaan (1,72%). Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2023 juga menunjukkan bahwa 25,22% pekerja anak tidak melanjutkan pendidikannya berada di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Sektor-sektor yang kerap melibatkan pekerjaan fisik berat dan berisiko.
Peningkatan jumlah pekerja anak tidak terjadi tanpa sebab. Bagi keluarga dengan kondisi ekonomi sulit, terutama di daerah pedesaan, dilema dihadapi adalah memilih antara menyekolahkan anak atau melibatkan mereka bekerja demi mencukupi kebutuhan harian. Tanpa disadari, pilihan ini menempatkan anak pada risiko kehilangan hak dasar anak.
Di sejumlah desa, mengajak anak bekerja bahkan dianggap sebagai hal yang membanggakan. Anak-anak yang sejak usia dini sudah membantu orang tua mencari penghasilan kerap dipandang lebih bertanggung jawab. Praktik ini sering kali menjadi tradisi turun-menurun, membentuk rantai kemiskinan yang sulit diputus.
“Kita harus mengubah paradigma bahwa anak bekerja itu adalah hal yang membanggakan. Sesungguhnya, paling penting adalah anak hak dasarnya terpenuhi. Dengan terpenuhinya hak-hak tersebut, anak dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal sekaligus memutus siklus kemiskinan sering menjadi akar penyebab pekerja anak.
Investasi terbaik untuk masa depan keluarga dan bangsa adalah memastikan anak tidak kehilangan haknya sejak dini”, jelas Dessy Kurwiany Ukar, CEO Save the Children Indonesia.
Keterlibatan anak dalam sektor-sektor tersebut memiliki risiko tersendiri, seperti penggunaan alat tajam dapat membahayakan fisik, penyemprotan peptisida bisa membahayakan kesehatannya, dan jam kerja terlalu panjang sehingga mengganggu pendidikan mereka.
Bila situasi ini dibiarkan, maka pekerjaan tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan terburuk untuk anak karena melanggar hak dasar mereka.
Secara hukum, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 69 ayat (1) dan (2) memperbolehkan anak usia 13–15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan, selama tidak mengganggu kesehatan fisik, mental, dan sosial, serta tetap memenuhi ketentuan seperti durasi kerja maksimal tiga jam per hari dan tidak mengganggu waktu sekolah.
Akan tetapi pada praktiknya, banyak anak justru dipekerjakan dalam kondisi melanggar ketentuan ini. Save the Children Indonesia berupaya memperkuat sistem perlindungan anak di tingkat komunitas melalui penguatan kapasitas kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Beberapa langkah dilakukan meliputi: peningkatan pemahaman tentang hak anak, identifikasi dan pemantauan kasus pekerja anak, penerapan sistem remediasi, pelatihan positive parenting, serta pendampingan desa dalam membentuk SOP penanganan kasus dan advokasi anggaran perlindungan anak.
“Anak-anak pada dasarnya ingin belajar, bukan bekerja. Sering kali saya menemukan anak-anak di sekolah kecapaian karena sebelumnya mereka membantu orang tua di kebun. Malamnya harus kembali belajar. Itu menyiksa fisik dan mental mereka,” jelas Anwar, petani dan guru sekolah, sekaligus ketua PATBM di salah satu desa di Sulawesi Selatan.
PATBM merupakan gerakan digagas oleh pemerintah nasional dan berperan penting sebagai garda terdepan perlindungan anak di desa. Dalam praktiknya, para kader PATBM aktif mensosialisasikan kepada orang tua tentang jenis pekerjaan yang berbahaya bagi anak, serta mendorong masyarakat mengganti pekerjaan berisiko tinggi dengan peran lebih aman dan sesuai usia.
REPORTER : **/IKRAM

