PARIGI – Satuan Koordinasi Wilayah (Satkorwil) Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Sulteng menyelenggarakan seminar kebangsaan dengan tema “Penguatan Peran Da’i dan Ta’mir Masjid dalam Mencegah Penyebaran Paham Radikalisme”, di Aula Ruang Baca Umum Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Parigi Moutong (Parimo), Rabu (27/02), dihadiri masyarakat Parigi.
Ketua Satkorwil Banser Sulteng, Saiful Daud, S. Ud, mengatakan, saat ini penyebaran paham radikalisme semakin marak dilakukan kelompok-kelompok tertentu, terutama di sarana-sarana ibadah yang ada di Parigi Moutong. Untuk itu, diperlukan kerja sama dari semua kalangan masyarakat untuk mencegah masuknya paham radikalisme itu.
Pihaknya juga mengharapkan para da’i untuk menjaga masjid-masjid dari masuknya kelompok-kelompok penyebar paham radikalisme itu.
“Kami dari Satkorwil Banser Sulteng siap menjaga dan mencegah masuknya paham-paham radikalisme di Parigi Moutong,” tegasnya.
Seminar kebangsaan itu menghadirkan tiga narasumber, yakni perwakilan Kesbangpol Primo Abdul Marhalim, perwakilan Kementerian Agama (Kemenag) Parimo dalam hal ini Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Parigi Barat, Saifudin S. Lukman dan salah satu tokoh agama Parigi Ustadz Abdul Malik.
Perwakilan Kesbangpol, Abdul Marhalim, mengatakan, radikalisme merupakan pergeseran nilai-nilai agama.
Menurut data Kesbangpol, kata dia, beberapa organisasi telah ditetapkan pemerintah sebagai organisasi terlarang seperti HTI.
“HTI sendiri memiliki asas yang isinya adalah membentuk wilayah tanpa batas. Hal inilah yang akan menjadi pemicu perpecahan dalam masyarakat,” katanya.
Dia juga menyebutkan, tugas dari Kesbangpol adalah membuat forum-forum komunikasi antar umat beragama, membuat kegiatan-kegiatan diskusi antar masyarakat, sebagai wadah untuk saling menyampaikan pendapat dan memberikan pemahaman bahwa berbeda tetapi tetap satu sebagai satu kesatuan.
Dia pun berharap kepada masyarakat agar lebih waspada dan segera melapor jika melihat ada gejala-gejala organisasi radikal mulai berkembang.
Sementara Kepala KUA Parigi Barat, Saifudin S. Lukman, menyebutkan, Kemenag telah mengeluarkan langkah-langkah untuk mencegah lahirnya paham radikalisme di masjid-masjid, sekolah dan pengajian, di antaranya melalui pendidikan penguatan akar sejarah NKRI, baik tradisi, kultur dan adat istiadat.
“Masyarakat harus lebih mengenal dan lebih percaya diri akan jati diri dan sejarah NKRI. Dengan pengenalan terhadap sejarah NKRI, maka diharapkan masyarakat menjadi pribadi yang lebih toleransi dan terbuka terhadap perbedan-perbedaan yang ada,” katanya.
Tokoh agama Parigi, Usadz Abdul Malik, mengatakan, para da’i dan ta’mir masjid harus memahami terlebih dahulu radikalisme, untuk memberantas atau memutus mata rantai penyebarannya, melalui identifikasi ciri-ciri, di antaranya sikap intoleransi, fanatisme, eksklusif dan frontal.
Pada kesempatan itu, Taufik selaku moderator, menyimpulkan bahwa berbicara mengenai peredaran paham radikalisme hanya ada satu kata kunci yaitu negara tidak boleh kalah.
Kata dia, upaya pemerintah dalam memutus mata rantai peredaran paham tidak lepas dari peran serta dari masyarakat. Akar dari radikalisme adalah perbedaan paham dan kalau melihat kondisi akhir-akhir ini berbagai perbedaan paham bermunculan akibat dari maraknya pencalonan para tokoh dan pemuka agama yang bergabung dalam partai politik.
“Ketika para tokoh dan pemuka agama lebih meemilih menjadi bagian dari partai politik, maka hal inilah yang menyebabkan masjid menjadi sepi. Ketika masjid sepi dari pemuka agama, maka dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok perekrut dan penyebar paham radikalisme,” tuturnya.
Tidak menutup kemungkinan, kata dia, kegiatan pembahasan radikalisme seperti ini akan terulang lagi.
Diharapkan kepada pemuka maupun tokoh agama untuk menghidupkan kembali masjid dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, sehingga tidak ada lagi ruang, peluang atau kesempatan bagi kelompok radikal untuk menyebar pahamnya. (RIFAY)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.