Kamarollah Salewangi, Nama itu memang tak setenar para atlet masa kini ketika mewakili suatu daerah atau negara. Namanya cukup lama terpendam, terlupakan dari publikasi dan tak tercatat baik dalam lembaran sejarah daerah Sulawesi Tengah.

Padahal, pada masanya memiliki peran penting dalam perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah melalui diplomasi olahraga di masa Orde Lama.

Begitulah, sosok Kamarollah Salewangi, mantan atlet bola voli internasional pertama dari Sulawesi Tengah. Satu-satunya putra daerah dari wilayah cikal-bakal Provinsi Sulteng dipilih dalam tim bola voli pada Asian Games tahun 1962 di Jakarta.

“Soal bola voli, ya saya cukup mendalami, menguasai seluruh tekniknya dan semua saya mainkan setiap bertanding. Selain itu tangan kiri dan tangan kanan saya sama kuatnya dan seimbang, mungkin karena kelebihan itulah sehingga saya terpilih menjadi salah satu atlet Asian Games. Padahal waktu itu cukup banyak atlet di Jakarta, tapi saya terpilih dari Sulteng yang sedang dalam perjuangan pembentukan provinsi,” kenang Kamarollah suatu ketika ditemui penulis.

Pengalaman itu, kini tinggal kenangan bagi keluarganya. Pun demikian sebagian orang di Kota Donggala sangat mengenal sosok sang mantan atlet itu. Kamarollah Salewangi dalam usia 87 tahun telah berpulang ke Rahmatullah, Kamis (8/6) dan dimakamkan di Donggala, kota tempat ia dilahirkan. 

Pada masanya, Kamarollah adalah saksi sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah melalui bidang olahraga. Sebelum terpilih masuk atlet Asian Games, ia salah satu atlet Sulteng yang ikut dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) V di Bandung, Jawa Barat, tanggal 30 September – 8 Oktober 1961.

Ketika itu Sulteng masih dalam perjuangan pembentukan provinsi sendiri, tapi sudah nekad membawa kontingen Provinsi Sulteng.

Ini merupakan keikutsertaan kontingen PON atas nama Sulteng sebelum berdiri sendiri secara otonom. Pertama pada PON IV di Makassar juga membawa nama Sulteng walau belum mendapatkan medali. Dari kemampuan yang hebat pada PON V Bandung itulah sehingga dipilih.

Kehadiran kontingen atas nama Sulteng saat itu menimbulkan pro-kontra di kalangan pejabat Provinsi Sulutteng. Tetapi pada akhirnya setelah terjadi negosiasi yang dilakukan A.R. Pettalolo, Abdullah Nento dan tokoh-tokoh Sulteng yang terlibat dalam kontingen, akhirnya tim PON atas nama Sulawesi Tengah diperbolehkan menjadi peserta yang sejajar dengan provinsi lain. Saat parade dalam lapangan, bendera Sulawesi Tengah dikibarkan dan diarak keliling. Peristiwa tersebut menjadi catatan penting bagian perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah melalui diplomasi bidang olah raga.

“Setiba kami di Bandung, barulah membeli baju kaos dan memasang merek di punggung dengan tulisan Sulteng dengan cara pakai spoit. Sementara atlet dari Manado di punggung bajunya tertulis Sulutteng (Sulawesi Utara Tengah), padahal kami yang dari Sulteng sudah tidak mau bergabung pada mereka dengan atlet dari Sulawesi Utara. Kami sempat mengatakan pada mereka agar jangan pakai nama Sulutteng, karena Sulteng sudah berdiri sendiri tim atletnya,” cerita Kamarollah semasa hidupnya.

Dalam pertandingan bola voli, regu atas nama Sulteng melawan atlet voli dari Sulawesi Utara yang membawa sebutan Sulutteng. Hasilnya atlet Sulteng yang menang, disitulah terbukti kalau selama ini memang para atlet dari Sulteng yang membawa atas nama Sulawesi Utara Tengah lebih kuat, sehingga wajar kalau berdiri sendiri.

Dapat dikatakan, Kamarollah salah satu di antara sekian saksi dan pelaku sejarah dalam proses perjuangan Pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah di bidang olah raga. Selama ini dalam penulisan sejarah pembentukan provinsi Sulteng masih didominasi perjuangan para politisi, birokrat atau pejabat daerah.

Sementara peran para atlet yang memproklamirkan Provinsi Sulawesi Tengah belum banyak terungkap dan nyaris terlupakan dalam sejarah lokal.

Seperti para atlet lainnya, Kamarollah berawal mengikuti kejuaraan antar club. Berbagai pertandingan dari tingkat kabupaten, antarprovinsi, nasional hingga internasional.

“Mulanya sebagai pemain biasa dan alamiah, belum memahami teknik-teknik. Tetapi begitu masuk dalam pusat pelatihan dan pembinaan di Senayan, betul-betul latihan dijalani secara rutin dan disiplin dengan pelatih Mister Suklin dari Rusia,” kenang Kamarollah semasa hidupnya.

Selama dua tahun Kamarollah bersama seluruh atlet nasional dilatih di Senayan disiapkan menghadapi Asian Games dimana Indonesia menjadi tuan rumah. Dalam latihan bola voli bukan saja berurusan dengan bola, tapi latihan lompat dan lari sampai puluhan kilometre hampir tiap hari untuk kekuatan stamina dan pernapasan.

Dalam perjalanan karier olah raga yang telah berjasa dan prestasi dengan mengangkat citra bangsa melalui olah raga, maka pemerintah memberi jaminan untuk diangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Donggala. Waktu itu mulai tahun 1963 pada Kantor Departemen Olah Raga (dalam perkembangannya dilebur menjadi bagian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).

Sebagai pegawai bermodalkan ijazah SMP, memasuki pensiun tahun 1992 hanya dengan pangkat/golongan II B. Kamarollah tamat pendidikan Sekolah Rakyat (SR) tahun 1952 dan SMP Negeri Donggala tamat 1956. Meskipun demikian, Kamarollah menyatakan rasa syukur terhadap kepercayaan dan apresiasi yang diberikan pemerintah terhadap atlet waktu itu.

Semua itu tinggal kenangan dan catatan manis dalam sejarah yang patut diteladani generasi muda tentang spirit perjuangan Kamarollah Salewangi. Selamat jalan.

Penulis :  Jamrin Abubakar