PALU – Sejumlah saksi dalam keterangannya di depan hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan bahwa kerja sama antara PT Bank Sulteng dengan PT Bina Artha Prima (BAP) periode tahun 2017-2020 secara keseluruhan menguntungkan.

Penegasan ini disampaikan mantan Direktur Bisnis PT Bank Sulteng, Salma Batudoka, saat menjadi saksi sidang lanjutan dugaan penyelewengan atas kerjasama PT BAP dan PT Bank Sulteng, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palu, Senin (09/10).

Keterangan Salma Batudoka ini dikuatkan pula oleh kesaksian Kepala Divisi Kepatuhan, Bank Sulteng Abdul Bunru. Dia secara langsung menyatakan bahwa kerjasama PT BAP justru menguntungkan Bank Sulteng.

Sementara itu, saksi Darsyaf dari Divisi Kredit Bank Sulteng menerangkan bahwa setahu dirinya ada pertumbuhan pendapatan PT Bank Sulteng dari kredit pensiun dan prapensiun.

Sebelumnya, sesuai laporan hasil analis kredit yang dikeluarkan PT Bank Sulteng terkait kerja sama dengan PT BAP periode tahun 2017-2020, secara umum menguntungkan bagi Bank Sulteng. Munculnya defisit disebabkan tidak cermatnya sistem pelaporan internal.

Hal ini terungkap dalam laporan penjelasan kerjasama antara PT Bank Sulteng dan PT BAP yang dikeluarkan oleh Direktur Bisnis Bank Sulteng, Salma Batudoka tertanggal 6 Maret 2021.

Dalam pemaparannya, secara rinci disebutkan pada perhitungan perolehan margin yang dikeluarkan oleh Divisi Kredit Bank Sulteng memang terlihat adanya defisit margin sebesar 2,67 persen.

Tapi, terjadinya defisit disebabkan karena adanya doubel pembebanan pada komponen biaya yang dikeluarkan oleh tim analisis kredit Bank Sulteng, yakni komponen cost of money dan suku bunga dasar kredit atau SBDK.

Padahal pembebanan pada unsur marketing fee dan unsur Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sudah termasuk pula dalam komponen perhitungan cost of money dan SBDK.

Menurut Salma Batudoka dalam laporannya, harusnya dalam perhitungan perolehan margin atau keuntungan, yang tertuang dalam kajian Divisi Kredit Bank Sulteng adalah biaya yang diperhitungkan hanya SBDK sehingga menghasilkan margin positif.

“Selain itu, hal ini juga disebabkan karena beban marketing fee yang jadi kewajiban Bank Sulteng sekaligus dibayarkan di depan (saat kredit cair dan tidak dibagi berdasarkan jangka waktu pembayaran kredit dari debitur ke Bank Sulteng) dan tidak diamortasikan,” ungkap Salma Batudoka dalam penjelasan tersebut.

Apabila beban marketing fee yang harus dibayarkan oleh PT Bank Sulteng ke PT BAP itu diamortasikan atau dibagi berdasarkan jangka waktu pembayaran kredit, maka Bank Sulteng akan menunjukkan kondisi yang untung, dengan margin atau keuntungan sebesar 3,32 persen dari tiap kredit yang berjalan.

Di sisi lain, pembayaran marketing fee sesuai dengan perjanjian kerja sama antara Bank Sulteng dan PT BAP dilakukan secara proporsional. Pada proses realisasinya, dilakukan negosiasi pembayaran, dari 3,65 persen menjadi hanya 3 persen.

Hadirnya kerja sama antara Bank Sulteng dan PT BAP merupakan upaya untuk mendorong peningkatan jumlah nasabah Bank Sulteng, salah satu strategi yang dijalankan oleh Bank Sulteng adalah menawarkan kredit untuk pensiunan. Tapi, pada masa itu manajemen Bank Sulteng menyadari belum berpengalaman pada sektor tersebut.

Sehingga, pada tanggal 2 April 2017 lalu, Bank Sulteng menjalin kerjasama dengan PT BAP dengan tujuan utama mendorong peningkatan jumlah nasabah pensiunan yang dikelola oleh Bank Sulteng. (*)