PASANGKAYU – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi pada sidang lanjutan dugaan pencurian kelapa sawit di Pengadilan Negeri (PN) Pasangkayu, dua hari lalu.
Ketiga saksi itu adalah petugas pengamanan objek vital Gerson, buruh PT. Mamuang Edison dan pembeli sawit, Syarifuddin.
Mereka dihadirkan guna memberikan kesaksian kepada terdakwa Hemsi.
Pria asal Riopakava itu dilaporkan oleh PT. Mamuang dengan tuduhan mencuri buah sawit di atas lahannya sendiri.
Salah satu saksi, Syarifuddin, menerangkan, sejak tahun 2000, dia telah mengetahui bahwa lahan yang diklaim oleh PT. Mamuang adalah kepunyaan Hemsi.
Hal itu diketahuinya sebab dulunya pernah menitip bibit sawit kepada Hemsi.
“Saya mengetahui bahwa Hemsi pernah membeli bibit dari sepupu saya. Kemudian saya mengetahui lahan tersebut milik Hemsi karena di lahan itu ada tanaman kelapa dan pohon pisang,” katanya.
Tidak mungkin, kata dia, perusahaan menanam pohon pisang. Selain itu, kata dia, Hemsi juga pernah memperlihatkan bukti-bukti surat tanah dan pembayaran pajak.
Demikian pun saksi yang dihadirkan JPU pada sidang sebelumnya, juga mengakui bahwa di lahan tersebut terdapat pondok.
Manager Kajian dan Pembelaan Hukum, Mohamad Hasan, menerangkan, apa yang disampaikan para saksi dari JPU itu makin membawa kejelasan bahwa tanah itu adalah milik Hemsi, sehingga PT Mamuang tak perlu lagi berkelit.
Untuk itu, kata dia, dengan keterangan para saksi ini, majelis hakim diharapkan dapat mendesak JPU untuk menghadirkan sertifikat dan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Mamuang, pada sidang berikutnya.
Sebab, kata dia, sejak tahun 2017 ketika WALHI Sulteng mendampingi empat petani Polanto Jaya, PT. Mamuang tidak pernah menghadirkan peta HGU mereka.
“Ini penting, sebab para saksi yang dihadirkan oleh JPU mengakui bahwa ada aktivitas masyarakat di lahan tersebut sebelum perusahaan masuk. Apalagi, selama proses sidang ini, Hemsi secara fakta hukum memiliki bukti-bukti surat kepemilikan lahan yang dapat dihadirkan di persidangan,” tegasnya.
Sehingga, kata dia, peta HGU itu penting dihadirkan dan perusahaan dapat mengembalikan hak petani, secara khusus lahan Hemsi yang selama ini mereka klaim.
“Persoalan dengan PT. Mamuang ini bukan yang pertama kali,” katanya.
Dia menambahkan, di Tahun 2017, PT. Mamuang juga telah mengkriminalisasi empat petani Polanto Jaya, yakni Sikusman, Suparto, Jufri dan Mulyadi.
“Ini menjadi bukti bahwa kehadiran PT. Mamuang atau dalam hal ini Astra Agro Lestari, secara keseluruhan di Sulawesi Tengah telah melahirkan berbagai macam persoalan,” ungkapnya. (IKRAM)