PALU – Dosen tetap Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Dr Sahran Raden, mengungkapkan sejumlah permasalahan dalam partisipasi dan pendidikan pemilih.

Beberapa permasalahan yang dimaksud, antara lain kurangnya kesadaran politik masyarakat menjadi pemilih yang mandiri dan rasional (berdaulat).

Selain itu, kata dia, terjadinya dinamika tingkat partisipasi pemilih, maraknya praktik politik uang, hoaks dan politik identitas yang sering terjadi menjelang Pemilu.

“Terjadi inflasi kualitas partisipasi dan literasi politik yang terbatas serta voluntarisme masyarakat sipil yang mulai meredup,” katanya, saat menjadi narasumber kegiatan pendidikan politik yang dilaksanakan Kesbangpol Kota Palu, Rabu (11/10).

Untuk itu, kata dia, masyarakat perlu untuk belajar politik dan pemilu. Beberapa tujuannya, di antaranya bisa memahami suatu peristiwa kenegaraan dan perubahan bangsa Indonesia.

“Dengan memahami politik dan pemilu kita dapat mengagregasikan dan menyalurkan aspirasi politik serta opini dan kontribusi kita pada bangsa. Kita juga dapat menyalurkan hak konstitusional dan hak asasi manusia untuk ikut serta dalam pemerintahan,” kata mantan komisioner KPU Provinsi Sulteng itu.

Menurutnya, pendidikan politik juga bisa dilakukan dengan berbasis keluarga. Kata dia, keluarga merupakan upaya yang dilakukan secara terencana, sadar, partisipatif, kontekstual dan berkesinambungan dengan sasaran keluarga dalam rangka membentuk keluarga sadar pemilu.

“Keluarga yang sadar politik tahu hak dan kewajibannya dalam pemilu. Turut serta mendorong terwujudnya pemilu damai, demokratis dan berintegritas, aktif berpartisipasi pada semua tahapan pemilu,” tambahnya.

Ia juga mengusulkan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Palu agar membuat sebuah program praktis pendidik politik dalam rangka meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu dan Pilkada 2024 mendatang.

Menurut Sahran, ada dua hal yang bisa dilakukan oleh Kesbangpol dalam program praktis pendidikan politik tersebut, yaitu sekolah kebangsaan dan studi banding institusi politik dan keagamaan.

“Untuk sekolah kebangsaan, pesertanya diharapkan dapat meningkatkan pengatahuan kebangsaan, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, serta memiliki keterampilan untuk melakukan pendidikan politik dan kebangsaan,” jelasnya.

Sementara untuk studi banding institusi politik dan keagamaan, lanjut dia, bertujuan agar peserta dapat memahami secara universal tugas dan fungsi kelambagaan politik (eksekutif, legislatif dan kekuasaan kehakiman).

Selain itu, kata dia, peserta juga dapat memahami perbedaan dan memiliki toleransi yang tinggi di tengah perbedaan pandangan keagamaan.

Ketua PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sulteng ini juga menyampaikan beberapa sarana yang bisa dimanfaatkan dalam pendidikan politik, baik melalui sosialisasi langsung maupun tidak langsung.

“Sosialisasi langsung dapat dilakukan dengan membentuk forum warga, menggelar diskusi, seminar, lokakarya (workshop), ceramah, talkshow. Bisa juga dengan memanfaatkan budaya local atau metode lain yang memudahkan masyarakat untuk menerima informasi pemilu dengan baik,” terangnya.

Untuk sosialisasi tidak langsung, ujar dia, bisa dilakukan dengan memanfaatkan media massa (cetak, elektronik, online), media sosial, media luar ruang, serta penyebaran bahan atau barang sosialisasi, media kreatif.

Selain Sahran Raden, kegiatan yang dibuka Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid itu juga menghadirkan Komisioner Bawaslu Kota Palu, Wardiyanto sebagai narasumber.

Turut hadir Kaban Kesbangpol Kota Palu, Ansyar Sutiadi, serta Kabid Politik Badan Kesbangpol, Irsan Sidjo dan puluhan peserta.

Reporter : Hamid
Editor : Rifay