PALU – Atas aksi anarkis penyerangan yang dilakukan aparat kepolisian Polres Palu kepada warga Poboya dan penambang emas yang belum lama ini, pada Rabu 26 Oktober, di lokasi pemukiman warga tepatnya Vatumorangga (perempatan pangkalan ojek dan masjid tua) mendapat kecaman dari Ketua Harian Rumpun Daa Inde Sulawesi Tengah, Irianto Mantiri.
Tidak seharusnya aparat kepolisian (Polres Palu) melakukan penyerangan di tengah lokasi pemukiman warga, dengan melepaskan gas air mata, bom molotov dan peluru karet, yang mengakibatkan adanya korban luka tembak dan salah satu anak bayi mengalami sesak pernafasan yang diakibatkan semburan gas air mata.
Mereka menilai aparat kepolisian melakukan tindakan yang tidak profesional dalam melakukan pengendalian warga yang sedang unjuk rasa di lokasi tersebut.
“Padahal seharusnya kalau sebelumnya Kapolsek Palu Timur dan Kabag OPS Polres Palu mengizinkan tokoh-tokoh masyarakat Poboya dan perwakilan diizinkan naik untuk melakukan negosiasi/dialog dengan pihak PT. CPM, kemungkinan besar tidak ada kejadian itu,” tuturnya.
Olehnya dia meminta kepada Kapolri dan Kapolda Sulteng agar menghentikan cara-cara kekerasan, zalim, kasar dan tidak berprikemanusiaan aparat polisi yang ditempatkan di perusahaan PT. CPM dan PT. AKM, dalam menghadapi aksi warga Poboya dan penambang emas di lokasi Poboya.
“Karena setahu kami warga datang hanya untuk mencari rejeki bukan datang untuk berbuat anarkis di perusahaan tersebut,” imbuhnya.
Dalam waktu dekat kata dia, mereka akan menyurati Propam Polda Sulteng, atas kejadian malam itu, dan atas tindakan yang represif dilakukan aparat kepolisian. “Kami sudah memiliki data-datanya,” ujarnya.
Menurutnya, Kapolres Palu, Kabag OPS Polres Palu dan Kapolsek Palu Timur harus bertanggung jawab atas insiden malam itu, dan meminta kepada Kapolri dan Kapolda Sulteng agar mencopot jabatan Kapolres Palu.
“Kami tegaskan Rumpun Daa Inde Sulteng secara keseluruhan mendukung pergerakan warga Poboya dan penambang emas dalam mencari keadilan atas kekuasaan yang dimiliki dua perusahaan tersebut,” ujarnya.
Dia juga menyindir, bila Polri tidak bisa bertindak humanis, sebaiknya slogan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, maka lebih baik slogan itu diterapkan kepada mereka yang punya kekuasaan di PT. CPM dan PT. AKM.
Mereka juga mendukung warga Poboya dan lingkar tambang, apabila mereka diikutkan dalam konsolidasi massa untuk perjuangan tambang rakyat di wilayah konsesi CPM maka mereka siap bergabung secara kelembagaan, sekaligus siap menghadirkan masa yang besar.
Dia menambahkan, sebagaimana diketahui tambang Poboya, pekerjanya bukan hanya warga Poboya saja, akan tetapi warga Pasigala ikut menggantungkan hidupnya di wilayah tambang emas itu. Diantara mereka, ada yang menjadi buruh skop, buruh pengambilan material, ikut berkongsi melubangi secara manual di wilayah hak ulayat masyarakat adat Tara di Poboya.
Menurutnya lagi, adat Tara Poboya memiliki kedekatan emosional dengan Rumpun Daa Inde. Jadi sudah selayaknya kata dia, mereka juga harus turun tangan membantu saudara-saudara mereka di Poboya untuk mencari keadilan, demi harapan bisa kembali melakukan aktivitas di wilayah tambang emas Poboya.
Reporter: IKRAM