JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bakal menindak lebih dari 1.000 tambang ilegal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan bahwa dirinya telah mendapatkan informasi terdapat 1.063 titik kegiatan pertambangan ilegal di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kata Prabowo, aktivitas tambang ilegal tersebut telah merugikan keuangan negara mencapai Rp300 triliun.
Merespon hal itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Kementerian ESDM, Rilke Jeffri Huwae, mengatakan, tindakan tersebut akan diambil sesuai arahan Menteri ESDM.
“Jadi saat ini kita mencoba untuk melakukannya,” kata Rilke, Ahad (17/08), sebagaimana yang dilansir dari detik.com.
Menurutnya, di Kementerian ESDM juga sudah melakukan verifikasi sendiri terkait keberadaan tambang-tambang ilegal yang ada di Indonesia.
Nantinya dari data tersebut, kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan.
“Mungkin dalam minggu depan kita sudah mulai melakukan beberapa langkah penanganannya, cuma untuk yang mananya saya belum bisa tentukan,” katanya.
Di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng) sendiri, berdasarkan hasil Investigasi mendetail yang dilakukan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, dari Januari sampai November 2024 lalu, menemukan fakta terdapat penambangan tanpa izin (PETI) di Kelurahan Poboya Kota Palu.
“Luas bukaan lahan akibat pengambilan material mencapai 33,5 hektar. Jika merujuk berdasarkan peta topografi, jumlah material yang telah diambil mencapai 5 juta ton,” ungkap Koordinator Pengembangan Jaringan JATAM Sulteng, Moh Tauhid.
Kata dia, setiap satu perendaman sedikitnya 12.000 ton material dari wilayah penambangan yang digunakan
Aktifitas penambangan yang tidak memiliki izin atau Ilegal yang telah berlangsung sejak 2019 tersebut, ditaksir menghasilkan keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara.
Sebagaimana informasi yang didapat JATAM dari Inspektur Tambang di Jakarta, jumlah produksi per bulan dari aktivitas ilegal tersebut mencapai Rp60 miliar.
“Jika dikalikan dengan 5 tahun aktifitas maka keuntungan perusahaan mencapai Rp3 triliun,” sebut Tauhid.
Hingga saat ini, aktivitas tersebut masih terus berlangsung, bahkan terjadi di sejumlah wilayah Sulteng, termasuk Parigi Moutong, Banggai, dan Buol