Rugi Miliaran Akibat Penjarahan, Pengusaha di Palu Gugat Presiden

oleh -
Tim kuasa hukum penggugat. (FOTO: IKRAM)

PALU – Sembilan pengusaha di Palu yang mengalami penjarahan, saat bencana alam 28 September lalu, menggugat Presiden Joko Widodo beserta sejumlah menteri dan kepala lembaga.

Adapun menter-menteri yang digugat adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kapolri Cq Kapolda Sulteng, Menteri Dalam Negeri Cq Gubernur Sulteng dan Menteri Keuangan.

Akibat penjarahan itu, para pengusaha itu mengaku  mengalami kerugian materil senilai Rp87,377 miliar. Sementara kerugian immateril berupa hilangnya rasa aman dan nyaman dalam berusaha serta trauma psikis ditaksir senilai Rp5 miliar untuk masing-masing pengusaha yang menggugat.

Gugatan tersebut resmi didaftarkan dengan perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh penguasa sebagaimana dalam pasal 1365 KUHPerdata.

Perkara itu sendiri telah teregister dengan Nomor: 21/Pdt.G/2019/PN Pal, di Pengadilan Negeri (PN) Palu.

Para penggugat yang dimaksud adalah tersebut, Direktur PT. Bumi Nyiur Swalayan, Alex Irawan dengan total kerugian Rp33 miliar lebih. Direktur Utama PT Varia Kencana, Laksono Margiono dengan total kerugian Rp5 miliar lebih. Direktur PT Aditya Persada Mandiri, Muhammad Ishak dengan total kerugian Rp1 miliar lebih. Direktur CV. Manggala Utama Parigi, Jusuf Hosea dengan total kerugian Rp12 miliar lebih.

Selanjutnya Direktur CV. Ogosaka, Agus Angriawan dengan total kerugian Rp22 miliar. Donny Salim dari Centro Grosir Elektronik total kerugian Rp5 miliar. Iwan Teddy dari Swalayan Taman Anggrek sebesar Rp1,4 miliar. Sudono Angkawijaya dengan total kerugian Rp4,5 miliar dan Akas Ang dari Kelapa Toserba dengan total kerugian Rp1,2 miliar.

Ketua Tim Kuasa Hukum Penggugat, Dr Muslimin Mamulai, pekan lalu, mengatakan, para penggugat merupakan pelaku usaha, di antaranya ritel, distributor consumer goods, elektronik, hasil bumi dan lainnya.

Dia mengatakan, sesaat setelah bencana, timbul kepanikan dan kekacauan di kalangan masyarakat. Hal itu diperparah dengan keterbatasan pasokan kebutuhan pokok berupa makanan, minuman, air bersih dan lainnya.

“Kepanikan dan kekacauan berubah anarkis dengan melakukan penjarahan oleh berbagai kelompok masyarakat terhadap toko dan gudang yang mempunyai sediaan bahan pokok,”  katanya turut didampingi kuasa hukum lainnya, Sahrul dan Abdul Rajab.

Tetapi, kata dia, penjarahan juga meliputi barang elektronik, hasil bumi dan lainya dalam rentang waktu 29 September 2018 sampai dengan 7 Oktober 2018.

“Penjarahan menemukan momentumnya dengan skala semakin masif dan meluas, ketika pemerintah pusat daerah dan aparat keamanan tidak sigap,” ujarnya.

Sebaliknya, kata dia, pemerintah malah bersikap permisif, di mana Menteri Dalam Negeri mengeluarkan statemen agar masyarakat dapat memanfaatkan stok makanan di lokasi menunggu bantuan tiba dan pembayaran dilakukan pemerintah.

Dia menambahkan, merujuk prinsip restitusi, pemukiman dan properti, dalam dokumen United Nation, maka pemerintah wajib mengambil langkah khusus untuk mencegah penghancuran atau penjarahan harta kekayaan, pascabencana alam.

Untuk itu, pihaknya meminta agar majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.

“Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi materil dan immateril kepada masing-masing penggugat dengan sejumlah uang secara tunai, seketika dan sekaligus dan menyatakan putusan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun ada upaya hukum verzet banding dan kasasi,” tutupnya. (IKRAM)