PALU – Kota Palu mengalami tunggakan pajak yang sangat fantastis, mencapai angka hingga Rp40 miliar, di tahun 2019. Terdiri dari Pajak Bumi Bangunan (PBB) Rp37 miliar dan pajak reklame Rp3 miliar.
“Neraca tunggakan pajak daerah per 31 Desember 2019 yang mencapai puluhan miliar. Tunggakan ini didominasi oleh Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan pajak reklame,” ucap Anggota Banggar asal Partai Amanat Nasional (PAN), Ratna Mayangsari Agan, dalam Rapat Badan anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu membahas pertangungjawaban APBD Tahun 2019, bersama kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, di Ruang Sidang utama DPRD Kota Palu, Rabu (24/06).
Ratna Mayangsari mempertanyakan upaya Badan Pendapatan Daerah (BPD) Kota Palu dalam mengatasi piutang pajak daerah yang semakin membengkak. Menurut dia hal itu tidak bisa dibiarkan dan harusnya adanya regulasi baru untuk mengatasi piutang tersebut, agar bisa menambah kas daerah.
Menjawab pertanyaan itu, Kepala BPD Kota Palu, Farid Yotolembah menjelaskan, mengacu pada pajak yang dikelola instansinya, terdapat 11 jenis pajak di Kota Palu yang dikelola satu persatu agar bisa meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu pajak yang ditanyakan adalah tunggakan PBB yang diakuinya sangat luar biasa besarnya. Sebab Farid mengaku, sejak menduduki jabatan Kepala BPD, telah mengevaluasi tunggakan PBB sudah mencapai Rp45 miliar.
“Bagaimana cara kita untuk meminimalisir PBB ini? Tentunya ada aturan-aturan yang harus kita lakukan,misalnya pembebasan pajak tadi. Itu harus ada Peraturan walikota (Perwali). Saya sudah menghitung dari Rp45 miliar itu kita kurangi untuk dibebaskan sekitar Rp18 miliar. Sisanya itu masuk kekas daerah. Tapi kalau kita lakukan itu,” katanya.
Kemudian masalah pajak reklame, Farid mengaku kesulitan dalam menagih pajaknya. Karena pemilik reklame tidak berdomisili di Kota Palu.
“Unrtuk menarik pajaknya, harus kita temui orangnya. Sementara mereka itu hanya simbol alamat di Palu, tapi sebenarnya mereka berdomisili di Jakrat atau Makassar, jadi susah untuk menagihnya sehingga membengkaklah tunggakan itu. tetapi untuk tahun 2020 target kita Rp2,8 miliar dan sekarang sudah tercapai 50 persen, atau sebanyak Rp1,140 milliar dalam bulan Mei,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Banggar asal Fraksi NasDem, Muslimun, menyayangkan keberanian pemerintah Kota Palu yang memberikan izin pendirian papan reklame kepada pengusaha yang tidak memiliki alamat yang jelas.
“Harusnya sebelum menerbitkan izin, dokumennya harus lengkap sebagai syarat utama. Biar kita tidak kesulitan untuk menagih. Soal komitmen pajaknya seharusnya tidak menjadi pertanyaan kekita, karena kalau jawaban komiu begini tandatanya selama ini papan reklame di Kota Palu tidak pernah dipajak,” keluhnya.
Anggota Banggar lainnya asal Fraksi Gerindra, Moh. Syarif, juga menyesalkan hal tersebut. Menuru dia, dalam pengumpulan retribusi reklame seharusnya BPD tidak tidak pusing, karena titik-titik reklame sudah bisa diketahui.
Menurut dia, jika benar masalah itu belum memiliki aturan, maka seharusnya segera dibuatkan, agar kantong-kantong PAD Kota Palu bisa terisi lebih maksimal. (YAMIN)