DI rumah sederhana di tepi Jalan Trans Palu-Tolitoli, Desa Labuan Lelea, Kabupaten Donggala, seorang pemuda bernama Muhammad Rizwan Syamsuddin menyalakan semangat syariat lewat cara bersahaja dalam memahami Islam. Dari kegelisahan hatinya, lahirlah sebuah usaha bernama Rumah Aqiqah Uwaisiyah, tempat ia mencoba menautkan antara ibadah, kesadaran sosial, dan keberkahan.

Semua berawal dari satu kata yang sederhana namun bermakna dalam: “Iqra” ata bacalah. Ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW itu menjadi pengingat bagi Rizwan untuk membaca kehidupan, bukan hanya lewat kitab, tapi juga dari peristiwa dan kenyataan di sekelilingnya.

Ia melihat banyak orang ingin beribadah, tapi kadang terbentur biaya. Aqiqah, misalnya. Karena dianggap harus seperti pesta, banyak yang akhirnya menunda atau bahkan tidak melaksanakannya.

“Kebiasaan masyarakat menyelenggarakan aqiqah seperti ada pesta, sewa alat musik, tenda, ini kadang membuat orang terbebani,” ujar Rizwan, alumni Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako (Untad) Palu tahun 2019.

Bagi Rizwan, yang pernah menimba ilmu di pesantren, aqiqah semestinya tak perlu berlebih-lebihan. Ia menolak pandangan bahwa ibadah itu harus disertai kemewahan. “Cukup menyembelih hewan seperti yang disyariatkan. Itulah hakikat aqiqah,” tuturnya.

Dari Kegelisahan Menjadi Amal

Kegelisahan itu kemudian menjelma menjadi tekad. Rizwan mendirikan Rumah Aqiqah Uwaisiyah bukan semata-mata untuk berdagang, tapi untuk mempermudah umat melaksanakan ibadah tanpa beban.

“Cukup menyembelih hewan disyariatkan, itu cukup aqiqah sudah,” kata ayah dari Muhammad Ayyas Syamsuddin.

Awalnya, usaha ini berjalan dengan modal kepercayaan. Promosi dilakukan dari mulut ke mulut, lewat keluarga dan media sosial. Namun, keikhlasan dan niat baik rupanya menjadi magnet tersendiri.

“Alhamdulillah kepercayaan atas jasa layanan aqiqah Uwaisiyah mendapat respon positif, baik keluarga maupun masyarakat. Bahkan aqiqah dilaksanakan bersama anak-anak pesantren, ” kata Rizwan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al Muflihun Putri Labuan.

Ujian dan Keteguhan

Dalam menapaki usaha, pasti ada tantangannya, apalagi usaha dirintisnya tidak mengutamakan profit, namun lebih pada tujuan dakwah. Lebih kerap, tantangan dihadapinya, yaitu ketersedian kambing, sebagai syarat utama dari proses aqiqah.

“Kambing ini harganya mahal, dan terkadang langka, sampai dicari keluar daerah,” kata suami dari Auliya Izzatunissa ini.

Pernah pula ia mengalami pengalaman pahit. Uang sudah keluar, namun kambing tak kunjung datang. Dari peristiwa itu, lahir ide baru.

Tidak hanya itu, dirinya punya pengalaman buruk dan pahit ketika mencari kambing. Uangnya lenyap kambingnya dikembalikan. Dari sinilah juga memicu ide baru. Buka budi daya ternak kambing.

“Daripada tergantung pada orang lain, kenapa tidak buka sendiri budidaya ternak kambing?” pikirnya kala itu.

Dalam benaknya, dengan membudi daya kambing, usaha aqiqah dikelolanya tidak akan kesulitan lagi mencari kambing. Bahkan dari ternak kambing, bisa membuka usaha lain seperti usaha pakan ternak, usaha jual sate kambing dan membuka warung sembako.

Makna di Balik Nama

Nama Uwaisiyah bukan sekadar label usaha. Ia mengandung filosofi yang dalam. Terinspirasi dari buku Al-Uwaisiyah yang membahas tentang birrul walidain — berbakti kepada orang tua, baik dengan lisan, perbuatan, harta, maupun hati.

“Bagaimana anak berbakti dengan lisannya, perbuatan, harta dan hatinya kepada orang tuanya,” katanya.

Olehnya, bagi setiap anak lahir dan aqiqah bersama Uwaisiyah, diharapkan menjadi anak berbakti dan memiliki karakter sebagaimana kepribadian seorang tabiin bernama Uwais Alqarni.

Aqiqah yang Bersahaja

Kini, Rumah Aqiqah Uwaisiyah bukan hanya tempat melaksanakan syariat, tapi juga wadah berbagi keberkahan. Masyarakat yang ingin aqiqah tak perlu bingung. Dengan biaya terjangkau, sekitar Rp2.500.000, mereka bisa melaksanakan aqiqah — bahkan bersama para santri penghafal Alquran di pondok.

Bila ingin aqiqah, dia mempersilakan untuk menghubungi kontak usahanya 0852-8238-6588.

Bagi Rizwan, kesederhanaan bukan tanda kekurangan. Justru di sanalah letak kekuatan. “Yang penting niatnya benar, caranya sesuai, dan manfaatnya terasa,” ujarnya, tersenyum.