PALU – Kedatangan Fuad Pleret ke Kota Palu untuk menyampaikan permohonan maaf atas ujaran kebencian terhadap Pendiri Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua), mendapat tanggapan tegas dari Koordinator Aksi Bela Guru Tua, Muhammad Kaharu.

Dalam pernyataannya, Kaharu menegaskan bahwa persoalan penghinaan terhadap Guru Tua bukan semata-mata persoalan yang dapat diselesaikan melalui jalur adat atau pernyataan maaf belaka. Lebih dari itu, ini adalah soal marwah, harga diri, dan kehormatan seluruh Abnaul Khairaat.

“Etika baik yang ditunjukkan Fuad Pleret dengan datang dan meminta maaf patut diapresiasi, tetapi hal itu tidak serta-merta menghapus luka yang telah ditorehkan. Ini bukan hanya menyangkut pribadi, tetapi menyangkut simbol perjuangan, nilai sejarah, dan warisan moral yang dibangun Guru Tua untuk bangsa ini,” kata Muhammad Kaharu, Ahad (6/7) siang.

Kaharu menegaskan bahwa penyelesaian secara adat merupakan bagian dari penghormatan terhadap budaya lokal, khususnya masyarakat Kaili. Namun, ia mengingatkan agar penyelesaian adat tidak dijadikan alasan untuk menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

“Proses hukum terhadap Fuad Pleret harus tetap dilanjutkan. Ini bentuk pembelajaran hukum dan keadaban publik. Jangan ada kompromi dalam perkara yang menyangkut kehormatan tokoh umat dan institusi perjuangan seperti Alkhairaat,” tegasnya.

Ia juga menyatakan, para Abnaul Khairaat dan simpatisan harus bersatu menjaga arah perjuangan ini agar tidak dibelokkan oleh pihak-pihak yang ingin membawa kasus ini keluar dari jalur pengadilan. Ia juga mengajak seluruh Abnaul Khairaat untuk terus mengawal proses hukum.

“Kita telah memulai langkah hukum dengan menetapkan Fuad sebagai tersangka. Maka, segala upaya intervensi yang mencoba menyudahi kasus ini secara sepihak harus kita tolak. Siapa pun yang menggiring penyelesaian di luar proses hukum, akan kita anggap sebagai lawan dari perjuangan kami,” tambah Kaharu.