PALU – Rektor Universitas Alkhairaat (Unisa), Dr. Muhammad Yasin, menegaskan, pihaknya tidak pernah mengundang tokoh zionis, Ari M Gordon, sebagai pembicara seminar di Unisa Palu, Selasa (16/07) lalu.

Kehadiran Direktur American Jewish Committee (AJC) tersebut tidaklah direncanakan sebelumnya. Keberadaannya hanyalah kebetulan karena berada satu tim di Institut Leimena yang juga hadir di Palu waktu itu.

“Unisa Palu sama sekali tidak pernah mengundang Ari M Gordon untuk datang. Bahwa informasi yang beredar tentang kehadiran Ari M Gordon sebagai narasumber di Universitas Alkhairaat tanggal 16 Juli, itu tidak benar. Pembicara yang terjadwal pada acara tersebut adalah Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho,” kata Rektor Unisa Palu, Dr Muhammad Yasin, Sabtu (20/07).

Rektor kemudian menceritakan kronologi dari awal hingga munculnya Ari Gordon di Unisa.

Rektor Unisa, Dr Muhammad Yasin

Kata dia, pada tanggal 9 Juli, ia bersama dengan Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Unisa, salah satu dekan UIN Datokarama dan utusan dari Kementerian Agama Kota Palu, berangkat menghadiri konferensi internasional terkait dengan literasi keagamaan lintas budaya yang dilaksanakan Institut Leimena di Jakarta.

“Ini saya ikut yang kedua kalinya, karena di tahun 2021 ada MoU antara Institut Leimena dengan PB Alkhairaat. Tentu saja bagi kita institusi pendidikan, MoU itu perlu implementasi. Konferensi internasional itu dibuka Menteri Luar Negeri,” ucap Rektor.

Di tanggal 10, kata dia, ia diberi tahu bahwa Institut Leimena akan datang ke Palu. Ia juga menerima informasi yang sama dari Rektor UIN Datokarama Palu terkait kunjungan Institut Leimena ke Palu.

“Sebagai pimpinan perguruan tinggi, kehadiran Institut Leimena ke Palu adalah kesempatan, agar kampus dapat implementasinya, mahasiswa dapat, dosen juga dapat. Jadi saya iyakan untuk sekalian ke Unisa saja, tanpa tahu menahu dengan Ari Gordon ini,” jelasnya.

Dari Jakarta, ia langsung menyampaikan informasi itu kepada Wakil Rektor (WR) I Unisa agar ditindaklanjuti dengan melakukan persiapan-persiapan seminar di Unisa.

Namun, kata dia, keesokan harinya, ia menerima informasi dari WR I Unisa, bahwa Ari Gordon (salah satu yang ikut dalam tim Institut Leimena) adalah direktur suatu lembaga yang mengadvokasi perjuangan Yahudi.

“Mendengar itu, saya langsung temui Dekan FAI. Saya sampaikan, jangankan orangnya, produk-produk yang ada di koperasi kita saja tidak menjual yang ada kaitannya dengan Israel,” katanya.

Ia bahkan menegaskan, jika Institut Leimena mau datang ke UIN, lalu ke Unisa, dan Gordon yang akan menjadi narasumber, maka harus dibatalkan.

“Saya tidak mau terima, dan memang kita tidak undang, saya tidak memberikan ruang untuk menjadi narasumber. Institut Leimena tetap kita terima dengan catatan Pak Matius saja yang memberikan materi. Pak Gordon tidak bisa diberikan ruang,” ujarnya.

Ia pun tidak menyangka, ketika Institut Leimena datang ke Unisa, ternyata juga disertai oleh Gordon.

“Bahkan dengan koper-koperanya dibawa turun. Mungkin karena tidak mungkin ditinggalkan di UIN sendirian, jadi ikutlah ke Unisa,” terangnya.

Ketika itu, kata dia, dirinya sengaja tidak menerima di rektorat, tapi langsung mengarahkannya ke aula, dan ternyata Gordon pun ikut ke aula.

Setelah seminar berjalan dengan pembicara Matius Ho dari Institut Leimena, ada sebuah pertanyaan dari seorang dosen perempuan yang sempat menyinggung tentang Yahudi.

Kebetulan, kata Rektor, pertanyaan ini bukan diarahkan kepada Matius Ho, justru kepada Gordon.

Saat itu, kata dia, Matius Ho sempat bertanya kepadanya apakah Gordon diizinkan menjawab.

“Saya sampaikan dia jawab singkat saja. Jadi di situlah dia terlihat bicara. Jadi dia bukanlah pemateri, dan itupun juga dia minta izin,” katanya.

Ia mengakui, jika memang hal itu dianggap kecolongan. Saat itu, kata dia, pihaknya memang di posisi yang sulit, tidak mungkin mengusir orang yang sudah ikut masuk.

“Jadi ini memang jadi pelajaran bahwa kita memang harus berhati-hati. Moderat ya moderat, tapi ada juga hal-hal yang perlu kita bersikap keras. Bukan moderat semuanya lembut, kita punya prinsip,” pungkasnya.

Hadirnya simbol zionis itu Musibah

“Insiden” nongolnya simbol zionis itu di Unisa adalah musibah bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang.

Dirinya memahami tindakan pejabat kampus yang tidak memberi kesempatan tokoh zionis itu mengotori mimbar akademis. Tindakan antisipatif masih dapat ditolerir, sebab kehadirannya mendadak.

Sekjen PB Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang

“Oknum ini mengekor pada kegiatan institut Leimena yang seringkali menangani isu moderasi beragama. Kami telah menegur keras pihak universitas agar tidak mengulangi lagi keteledoran ini,” ujar Sekjen, Sabtu (20/07).

Ia menilai, terdapat kelemahan koordinasi antar unsur pimpinan Alkhairaat dengan pihak Unisa dalam menyikapi isu idiologis.

“Tentu hal ini bukanlah kesengajaan. Sebab, jangankan tokoh, simbol zionis saja seharusnya haram ada di sekitar lembaga yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan moralitas,” katanya.

Menurutnya, jika kehadiran Ari Gordon terkomunikasikan dengan pimpinan Alkhairaat, maka dipastikan yang bersangkutan tidak diizinkan masuk di lingkungan manusia beradab.

“Orang zionis itu lepra, membahayakan kesehatan akal dan moral manusia beradab. Al-Qur’an telah menegaskan ini bahwa kaum yahudi itu selalu berupaya menjangkitkan idiologi sesat mereka tentang kemanusiaan. Olehnya haram mendekati bahkan bersentuhan dengan kehidupan mereka,” ujarnya.

Kata dia, keluarga Besar Alkhairaat adalah representasi spirit jiwa juang nenek moyang bangsa ini yang membenci dan melawan penjajahan dalam segala bentuknya.

“Kita orang merdeka dan beradab harus melawan penindasan dan ekploitasi manusia di muka bumi ini. Zionis itu penjajah, penindas, karena itu harus dilawan seluruh aktivitas apapun yang berkaitan dengan simbol mereka. Ini sikap tegas keluarga besar Alkhairaat,” pungkasnya. (RIFAY)