PARIMO – Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, menjadi narasumber kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan yang digelar KPU Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Rabu (05/11).
Pada kegiatan yang berlangsung secara daring tersebut, Sahran memaparkan materi bertajuk “Jejak Partisipasi Pemilu 2024: Refleksi dan Strategi Peningkatan Kualitas Partisipasi Pemilih Pemilu Selanjutnya”.
Sahran menjelaskan, partisipasi pemilih dalam sebuah pemilu dipengaruhi oleh dua aspek utama, yaitu sistem pemilu dan proses pemilu.
Kata dia, sistem pemilu mempengaruhi bagaimana suara rakyat diterjemahkan menjadi kursi legislatif melalui instrumen hukum dan mekanisme perolehan kursi partai atau calon.
“Sementara itu, proses pemilu mencakup aspek teknis seperti besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, formula pemberian suara, hingga proses penghitungan suara,” katanya.
Ia menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu yang adil dan berintegritas sebagaimana amanat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, harus dibangun dari sistem etika penyelenggara pemilu yang kuat, implementasi asas Luber dan Jurdil dalam seluruh tahapan, serta memastikan terbentuknya perwakilan politik dan pemerintahan yang efektif.
Menurut Sahran, ada berbagai faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi pemilih, mulai dari kondisi sosial ekonomi dan demografi, dinamika politik serta tingkat kompetisi antar kandidat dan partai politik, kesiapan logistik dan teknis penyelenggaraan pemilu, hingga dukungan kebijakan pemerintah.
Dari refleksi terhadap Pemilu 2024, lanjut dia, memperlihatkan sejumlah persoalan, mulai dari kompleksitas pelaksanaan karena keserentakan pemilihan DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, kerumitan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, hingga tantangan dalam menjaga akurasi DPT, menjamin integritas dalam proses rekapitulasi, serta mendistribusikan logistik ke wilayah terisolir.
Lebih lanjut ia mengatakan, target pendidikan pemilih ke depan bukan hanya mendorong partisipasi kehadiran di atas 78 persen, tetapi juga memastikan keterlibatan aktif di setiap tahapan pemilu.
“Hal ini termasuk penguatan kesadaran demokrasi, penurunan angka suara tidak sah, peningkatan pengetahuan pemilih, tumbuhnya relawan demokrasi, serta terbentuknya pemilih berintegritas yang tidak pragmatis,” katanya.
Sahran pun memberikan tips strategi pendidikan pemilih berkelanjutan yang terdiri dari pendidikan kewarganegaraan berjangka panjang, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kesadaran memilih, hingga distribusi informasi pemilu secara berkala melalui sosialisasi regulasi, tahapan pemilu, pengelolaan humas, serta optimalisasi Rumah Pintar Pemilu dan media center.
Menurutnya, kelompok sasaran pendidikan pemilih meliputi difabel, perempuan, pemilih muda, masyarakat adat, petani, nelayan, pedagang, dan kelompok keagamaan. Pada ranah informasi elektoral jangka pendek, targetnya mencakup partai politik, kandidat, perguruan tinggi, instansi pemerintah, serta organisasi masyarakat dan kepemudaan.
“Berbagai pendekatan perlu diperlukan, seperti pemanfaatan media sosial termasuk Facebook, Instagram dan YouTube, tatap muka melalui forum warga, roadshow sosialisasi, diskusi radio dan televisi, penyebaran materi sosialisasi, serta publikasi di media cetak dan online,” ujarnya.
Terkait regulasi, Sahran menyampaikan bahwa belum adanya revisi terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada menyebabkan pola penyelenggaraan Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2019.
Ia menilai upaya peningkatan efektivitas pemerintahan dan integritas politik belum optimal selama pembahasan UU masih didominasi isu keterwakilan politik, sementara aspek efektivitas dan integrasi politik belum menjadi fokus utama.
Meski demikian, ia mendorong adanya inovasi dari penyelenggara pemilu. Salah satu bentuk rekayasa kebijakan yang dapat dilakukan tanpa revisi UU adalah penyederhanaan mekanisme untuk meminimalisir suara tidak sah, tanpa mengabaikan kejelasan pilihan pemilih.
Di penghujung pemaparannya, Dr. Sahran menekankan bahwa pemilu ke depan harus semakin inklusif.
Selain memperluas sosialisasi dan pendidikan pemilih, kata dia, penyelenggara harus memastikan keterlibatan kelompok rentan seperti masyarakat adat, warga perbatasan, dan penyandang disabilitas, serta memperkuat pemantauan publik melalui survei dan hitung cepat.

