Rawan Politik Uang, Sulteng Urutan Kedua Setelah Papua Pegunungan

oleh -
Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng, Nasrun, saat menjadi pemateri sosialisasi pengawasan partisipatif pada media lokal Sulawesi Tengah, di Palu, Selasa (21/11). (FOTO: media.alkhairaat.id/Rifay)

PALU – Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) tercatat masuk dalam kategori rawan politik uang pada Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024, setelah Provinsi Papua Pegunungan.

Tak hanya itu, di tingkat daerah, dua kabupaten di Sulteng juga masuk dalam indeks kerawanan tersebut, yaitu Kabupaten Banggai di urutan kedua setelah Kabupaten Jayawijaya, disusul Banggai Kepulauan di urutan ketiga.

Hal ini diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulteng, Nasrun, saat menjadi pemateri sosialisasi pengawasan partisipatif pada media lokal Sulawesi Tengah, di Palu, Selasa (21/11).

“Bawaslu selalu memotret dulu potensi kerawanannya, sebagai salah satu tugas Bawaslu dalam melakukan pencegahan. Kali ini memang agak berbeda, di Pemilu 2019 kami hanya menyusun indeks kerawanan secara global,” kata Nasrun.

Secara global, kata dia, indeks kerawanan sudah disusun dan sudah diluncurkan di tanggal 16 Desember 2022, di mana Sulteng juga berada di posisi ke-4 sebagai provinsi yang rawan tinggi.

BACA JUGA :  Sulteng Masuk Kategori Rawan Tinggi Pilkada Serentak 2024

“Kalau secara global itu menggunakan empat dimensi, 12 sub dimensi dan 61 indikator,” katanya.

Namun di 2023 ini, kata dia, Bawaslu secara nasional memasukkan 5 tematik terkait dengan indeks kerawanan, yaitu indeks kerawanan pemilu di luar negeri, netralitas ASN, politik uang, politisasi sara dan indeks karawanan terkait dengan kampanye di media sosial.

“Kalau Sulawesi Tengah, ada beberapa indeks kerawanan tematik yang disebut-sebut juga namanya, yaitu politik uang dan netralitas ASN,” ujarnya.

Mantan Asisten Ombusdsman Sulteng ini mengungkapkan berbagai modus politik uang yang harus diwaspadai. Ternyata, kata dia, yang paling berbahaya saat ini bukanlah istilah serangan fajar, tapi serangan panjar.

“Jadi kalau kami waktu peluncuran indeks kerawanan, sering disebut bahwa politik uang ini bertransformasi. Politik uang ini sebenarnya menjadi politik prabayar dan pascabayar,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Satu Anggota DPRD Sulteng Jalani Pelantikan dari Dalam Lapas

Kendalanya, kata dia, regulasi yang ada sekarang ini adalah regulasi yang sama digunakan di pemilu 2019 yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tidak bisa mengejar modus politik uang yang telah bertransformasi.

“Untuk netralitas ASN, kita berada di posisi ketiga secara nasional, menempatkan tiga kabupaten yaitu Poso, Sigi dan Tolitoli,” katanya.

Namun, kata dia, jika bicara pelibatan orang-orang yang dilarang, yang paling rawan indeks kerawanan netralitas ASN justru ada di Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).

“Bayangkan seluruh ASN itu diundang untuk deklarasi salah satu salah satu peserta pemilu, diundang juga seluruh perangkat desa. Itu sangat tidak boleh, dilarang,” katanya.

BACA JUGA :  Peningkatan Infrastruktur Jalan Pedesaan Bagian dari Program Unggulan Anwar-Reny

Menurutnya, Tojo Una-Una adalah kabupaten yang secara massif melibatkan ASN.

“Siapa bilang tidak massif di sana, cuma mungkin orang tidak lihat saja itu, atau orang tidak mau cerita,” katanya.

Bahkan, kata dia, ada satu organisasi yang ketuanya adalah peserta pemilu, di mana seluruh pengurus kecamatan dan desanya adalah aparat, baik camat, lurah, dan kadis.

“Ada satu hari dalam satu pekan, ASN itu menggunakan simbol tertentu.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika ditemukan ada ASN yang melanggar netralitas, maka Bawaslu akan melakukan klarifikasi dan meneruskan ke KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara).

Dari KASN, kemudian ada rekomendasi dan yang mengesekusi adalah pejabat pembina kepegawaian yaitu kepala daerah.

“Kalau kepala daerah adalah incumbent, maka yang menjadi persoalan adalah eksekusinya,” tandasnya. (RIFAY)