PALU – Sejumlah anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang tergabung dalam Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), menghadiri rapat finalisasi hasil kajian Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif DPRD Tahun 2025 tentang Arsitektur Bangunan Berciri Khas Daerah, Selasa (06/08).
Kegiatan ini juga dihadiri tenaga ahli, serta perwakilan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Rapat finalisasi ini membahas pentingnya arsitektur tradisional Sulteng sebagai manifestasi dari struktur sosial, nilai-nilai budaya, dan hubungan dengan lingkungan sekitar.
Perlindungan hukum yang komprehensif dianggap perlu untuk menjaga keberlanjutan dan integritas arsitektur tradisional ini, guna memastikan warisan budaya ini dapat terus dilestarikan.
Selain itu, dalam rapat ini juga dibahas mengenai kondisi tanah di berbagai wilayah Sulteng yang ditetapkan sebagai zona merah untuk pembangunan bangunan bertingkat, di mana analisis geoteknik menunjukkan bahwa beberapa daerah memiliki kondisi tanah yang tidak stabil dan rentan terhadap risiko gempa bumi serta likuifaksi.
Oleh karena itu, daerah-daerah ini telah ditetapkan sebagai zona merah, di mana pembangunan bangunan bertingkat sangat dibatasi atau bahkan dilarang. Langkah ini diambil untuk menjaga keselamatan warga dan mengurangi risiko kerugian akibat bencana alam.
Diskusi ini menegaskan bahwa dalam merancang dan membangun bangunan berciri khas daerah, penting untuk mempertimbangkan aspek-aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Peraturan yang akan dihasilkan diharapkan tidak hanya melindungi budaya dan warisan arsitektur, tetapi juga memperhatikan aspek keselamatan bagi masyarakat.
Sejumlah anggota DPRD yang hadir dalam rapat tersebut, yakni Irianto Malingong dan Ady Pitoyo dari komisi II, ketua komisi III Sonny Tanra, anggota komisi III Aminullah BK, Iskandar Darise, Nasser Djibran, ketua komisi IV, Alimuddin Pa’ada, serta Ibu Wiwik Jumatul Rofi’ah dari Bapemperda. *