Raja Tombolotutu Menuju Pahlawan Nasional

oleh -
Suasana seminar Nasional terkait pengusulan Tombolotutu sebagai calon Pahlawan Nasional asal Sulteng, yang dilaksanakan secara virtual oleh Prodi Sejarah Untad, Selasa (18/5). (FOTO : IST)

PALU – Program Studi (Prodi) Sejarah Universitas Tadulako (Untad) menggelar Seminar Nasional secara virtual, terkait pengusulan Tombolotutu sebagai calon Pahlawan Nasional asal Sulawesi tengah (Sulteng).

Seminar Nasional itu mengangkat tema “Tombolotutu, Dari Teluk Tomini Menuju Pahlawan Nasional” digelar, Selasa 18 Mei 2021 Pagi, yang menghadirkan empat narasumber yakni,  Drs. Joko Irianto selaku Direktur K2KRS Kemensos RI, Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra, selaku Dosen Sejarah Universitas Padjadjaran, Dr. Sarkawi B. Huasain selaku Dosen Sejarah Universitas Airlangga dan Wilman D. Lumagiono, M.A selaku Dosen Sejarah Untad.

Dikesempatan itu, Dr. Ir. Amiruddin Kade,  selaku  Dekan FKIP Untad menyampaikan apresiasi karena Prodi Pendidikan Sejarah FKIP mengambil bagian dalam usaha mendorong Tokoh Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional asal Sulteng.

“Selama ini belum ada tokoh dari Sulteng yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, oleh karena itu, Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP sangat berbahagia dapat menjadi wadah dalam momen pengusulan calon pahlawan nasional saat ini. Sayapun mengucapkan terima kasih kepada tim Prodi Pendidikan Sejarah FKIP, karena telah mengambil bagian dalam proses pengusulan calon Pahlawan Nasional dari Sulteng.” Ujar Dr. Amiruddin.

Dikesempatan yang sama, Dr. Lukman Nadjamuddin selaku Wakil Rektor Bidang Akademik juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam pengumpulan dokumen, untuk mendukung Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional.

“Seminar kali ini memiliki bobot yang strategis, karena berupaya untuk mengusulkan pahlawan nasional dari Sulteng yang telah beberapa kali dilakukan, namun belum diloloskan dari pusat. Semoga momen pengusulan Tokoh Tombolotutu kali ini mendapatkan legitimasi sebagai Pahlawan Nasional asal Sulteng, mengingat dari berbagai sumber, tokoh Tombolotutu memiliki banyak momen perjuangan. Sayapun mengapresiasi Dinas Sosial Parigi Moutong dan Sulteng  yang telah berupaya untuk mengumpulkan segala dokumen terkait Tombolotutu yang dipersyaratkan untuk bisa terpenuhi.” Katanya.

BACA JUGA :  Pemkab Parimo dan BPJS Ketenagakerjaan Teken Kerjasama

Drs. Joko Irianto, selaku Direktur K2KRS Kemensos RI dalam materinya memaparkan proses pengusulan calon pahlawan nasional.

“Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, Sulawesi Tengah adalah salah satu provinsi yang belum memiliki pahlawan nasional mengikuti Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia, demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia,” terangnya.

Dikesempatan yang sama, Prof. Dr. Reiza D. Dienaputra  selaku Dosen Sejarah Universitas Padjadjaran menuturkan dalam materinya, terkait faktor penyebab perlawanan Tokoh Tombolotutu dari tahun 1898 – 1901.

Terkait dengan hal ini, kata dia,  intervensi dan campur tangan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap kemandirian kekuasaan politik lokal, khususnya Kerajaan Moutong menjadi alasan perlawanan Tombolotutu.

BACA JUGA :  Tim Koalisi BERAMAL Kampanye di Samudera 2 Palu

Menurut Prof Reiza, eksploitasi dan monopoli oleh Pemerintah Kolonial Belanda terhadap Sumber Daya Alam (SDA) dan perdagangan di kawasanTeluk Tomini, khususnya emas, melalui kontrak politik tanggal 16 September 1896 (30, 63) dan 25 Februari 1899 (106). Di luar emas, mineral lainnya, antara lain, tembaga, timah hitam, seng, besi, nikel, minyak tanah, batubara. Bahkan kata dia, Teluk Tomini juga kaya akan komoditas pertanian. Seperti, padi dan jagung, juga komoditas hutan, seperti kayu, getah, damar, rotan, madu, dan lilin.

“Eksploitasi dan monopoli tidak saja sangat mengganggu kepentingan penguasa lokal, akan tetapi lebih dari itu sangat mengganggu kepentingan masyarakat lokal, serta para pendatang dari berbagai etnis, seperti Banjar, Mandar, Bugis, Mindanao, Talaud, Gorontalo, Kaili, dan Bajo, yang sebelumnya sangat disejahterakan oleh keberadaan berbagai potensi sumber daya alam (90).” Jelas Prof. Reiza.

Dosen Sejarah Universitas Airlangga, Dr. Sarkawi B. Huasain memaparkan, melihat perjuangan Tombolotutu maka tidak ada keraguan untuk mengangkat beliau sebagai pahlawan Nasional dari Sulteng.

Dikesempatan lainnya, Wilman D. Lumagiono, M.A selaku Dosen Sejarah Untad menjelaskan profil tokoh Tombolotutu.

Dia menuturkan, Tombolotutu adalah Bangsawan Mandar yang lahir di Moutong tahun 1857.  Ayahnya adalah seorang pedagang, bernama Puang Massu dan ibunya bernama Puang Lara atau Lara. Cucu tertua dari Raja Magalatung. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia berada dalam lindungan dan didikan pamannya Pondatu, Raja Moutong tahun 1881 sampai 1892. Pada masa inilah ia belajar Islam dengan intensif di bawah bimbingan Pua Tarikati. Tombolotutu menjadi pedagang sejak usia 13 tahun.

BACA JUGA :  Dinas Koperasi dan UMKM Gelar Desiminasi Perlindungan Jamsos bagi Pelaku Usaha

Dia menambahkan, Wilayah Kerajaan Moutong berdasarkan keterangan Baron van Hoevel (1892) meliputi Kampung Moutong, Tuladenggi, Taopa, Lambunu, Bolano, Tomini, Palasa, Tinombo, dan Sidoan. Sementara Sigenti, Kasimbar, Toribulu dan Ampibabo di bawah kuasa Kerajaan Sendana (Mandar).

Ketika pecah perang Tombolotu melawan Belanda, hampir semua etnis di kawasan itu mendukung Tombolotutu. Sebanyak 29 tadulako (pemimpin perang) menjadi bagian dari pasukan Tombolotutu.

“Tombolotutu meninggal tanggal 17 Agustus 1901. Tanggal 5 September 1901, Brugman memerintahkan agar jenazah Tombolotutu dimasukkan dalam sebuah peti untuk diberangkatkan ke Donggala. Tanggal 8 September 1901, ia dimakamkan di Kampung Padang, Kecamatan Toribulu sekarang, atas permintaan Magau Sapewali. Pua Pika dan Kuti, tidak dibawa ke Moutong, melainkan tetap berada di Toribulu.” Papar Pak Wilman.

Usai pemaparan materi, acara yang turut dihadiri Mahasiswa serta ahli waris Tokoh Tombolotutu kemudian dilanjutkan dengan Tanya jawab antar peserta dan pemateri. (YAMIN)