OLEH : Muhamad Sunandar*
Shalawat atas Nabi besar adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan setiap Muslim.
Hal itu berlandaskan Q.S Al Ahzab ayat 56:
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S Al-Ahzab : 56).
Ayat ini sangat jelas memerintahkan orang-orang beriman untuk bershalawat atas baginda Nabi saw., dan setiap perintah menunjukkan pada kewajiban. Namun, kewajiban ini hanya berlaku sekali dalam seumur hidup. Sebagaimana yang dipaparkan syekh Wahbah Zuhaili berikut:
والصلاة والسلام علی النبي واجبة مرة في العمر
Artinya: “Dan shalawat serta salam atas Nabi wajib sekali dalam seumur hidup.”(Wahbah Zuhaili, At-Tafsirul Wasit,[Damaskus, Darul Fikr: 1422 H], jilid III, halaman 2085)
Meskipun demikian, shalawat menyandang kedudukan penting di hati umat Islam, karena selain berstatus wajib, ia juga memiliki keutamaan dan kemuliaan. Bahkan menyimpan khasiat dan manfaat tertentu bagi orang-orang yang meyakininya.
Berangkat dari alasan tersebut, sudah semestinya seorang Muslim mengetahui makna dari shalawat secara utuh, kata per kata, frasa per frasa. Salah satu frasa yang maknanya masih menjadi simpang siur di beberapa kalangan adalah آل محمد (Alu Muhammad).
Pada dasarnya, frasa Alu Muhamad dalam bahasa berarti keluarga Nabi Muhammad saw.. Akan tetapi, tak sedikit diantara para ulama besar yang menafsirkannya dengan penafsiran yang berbeda. Tentunya, tafsiran-tafsiran mereka bertumpu pada dalil dan argumen yang mereka yakini benar.
Ragam Tafsir Keluarga Muhammad
Pertama, kelompok yang mengatakan, bahwa keluarga Muhammad adalah kolega Nabi saw. yang diharamkan untuk menerima zakat. Terkait siapa saja keluarga Nabi saw. yang tergolong dalam definisi tersebut, kelompok ini berbeda pandangan.
Imam Abu Hanifah dan pandangan yang populer di kalangan mazhab Maliki menyatakan, bahwa mereka adalah klan Hasyim (bani hasyim) saja. Klan Hasyim sendiri mencakup keluarga Ali, Ja’far, Aqil, Al-Abbas dan Al-Harits bin Abdil Muthalib.
Berbeda dengan itu, Imam Syafi’i berpandangan bahwa selain klan Hasyim, ada juga klan Mutthalib yang dikategorikan dalam keluarga Nabi yang tak boleh menerima zakat.
Pasalnya, klan Mutthalib adalah klan yang setia menemani klan Hasyim baik dikala suka maupun duka, di masa jahiliah ataupun nubuwwah.
Imam Isbag Al-Maliki menyelisihi dua pandangan di atas. Beliau melihat dari sudut pandang yang lebih luas lagi, ia menilai bahwa keluarga Nabi yang terlarang menerima zakat adalah mereka klan Qusay. Qusay adalah datuk nabi yang ke 4.
Bahkan lebih jauh dari itu, diriwayatkan dari sebagian ulama bahwa keluarga Nabi tersebut adalah suku Quraisy. Quraisy adalah kabilah yang dinisbatkan kepada kakek Nabi yang ke-12.
Silang pendapat di atas telah dituliskan Badruddin Al-Aini dalam karyanya Umdatul Qari:
إن آل محمد آل النبي صلی الله عليه وسلم بنو هاشم خاصة عند أبي حنيفة ومالك، وعند الشافعي: هم بنو هاشم وبنو المطلب، وبه قال بعض المالكية٠ قال القاضي: وقال بعض العلماء : هم قريش كلها٠ وقال إصبغ المالكي: هم بنو قصي٠
Artinya: “Sesungguhnya keluarga Nabi Muhammad saw. adalah klan Hasyim menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, sedangkan menurut Imam Syafi’i: mereka ialah klan Hasyim dan klan Mutthalib, selaras dengan ini adalah pendapat sebagian ulama Malikiyyah. Al-Qadhi berkata: sebagian ulama mengungkapkan: mereka adalah suku Quraisy. Adapun Imam Isbag Al-Maliki menyatakan, bahwa mereka adalah bani Qusay.” (Badruddin Al-Aini, Umdatul Qari Syarhu Shahihil Bukhari,[Beirut, Daru Ihyait Turats Al-Arabi, t.t] jilid 9, halaman 80)
Kedua, pendapat yang diunggulkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Syarhu Shahih Muslim, beliau menerangkan bahwa keluarga Nabi yang dimaksud adalah seluruh umat Islam tanpa pandang bulu.
Berikut paparan beliau:
واختلف العلماء في آل النبي صلی الله عليه وسلم علی أقوال أظهرها وهو اختيار الأزهري وغيره من المحققين أنهم جميع الأمة
Artinya: “Dan ulama berbeda pendapat terkait keluarga Nabi saw., dan pendapat yang paling unggul mengatakan bahwa mereka adalah seluruh umat Nabi. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Al-Azhari dan para muhakkik lainnya.” (An-Nawawi, Syarhu Shahihi Muslim,[Beirut, Daru Ihyait Turatsul ‘Arabi: 1392], jilid VI, halaman 124).
Mungkin alasan Imam An-Nawawi adalah karena dalam shalawat tersirat doa yang baik, dan tabiat dari suatu doa berlaku umum mencakup seluruh umat Islam.
Sebagaimana yang disuguhkan oleh syekh Bajuri dalam Hasyiahnya:
وقيل: اختاره النووي :الخ أي في مقام الدعاء لأن المناسب له التعميم٠
Artinya: “Dan dikatakan: Imam An-Nawawi lebih memilih pendapat: sampai akhir (seluruh umat Muslim), yakni ketika shalawat tersebut diposisikan untuk berdoa, karena tabiat dari doa adalah umum mencakup siapa saja.” (Ibrahim Al-Baijuri,Hasyiatul Bajuri ala Fathil Qaribil Mujib, [Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiah: 2007 M],jilid I, halaman 32)
Ketiga, pendapat ini menjelaskan bahwa mereka adalah umat Islam yang bertakwa. pendapat ini senada dengan buah pikir sebelumnya, hanya saja pendapat terakhir ini menambahkan sifat “bertakwa” agar gelar keluarga Nabi dapat disematkan kepada umat Islam.
Gagasan ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’nya, sembari menyertakan dalil dan argumennya.
Meskipun pada akhirnya beliau melemahkan itu.
وأما ما رواه أبو هرمزة نافع السلمي عن أنس عن النبي صلی الله عليه وسلم أنه سٸل من آل محمد فقال كل مٶمن تقي٠ فقال البيهقي هذا ضعيف لا يحل الاحتجاج به لأن أبا هرمزة كذبه يحيی بن معين وضعفه أحمد وغيره من الحفاظ٠
Artinya: “Adapun yang diriwayatkan Abu Hurmuzah Nafi’ As-Salami, dari Anas, dari Nabi saw. Bahwasanya beliau ditanya berkenaan: siapa saja termasuk keluarga Muhammad?, beliau menjawab: seluruh mukmin yang bertakwa. Maka menurut imam Al-Baihaqi ini hadits yang lemah, tak bisa dijadikan landasan. Pasalnya, perawi hadits Abu Hurmuzah adalah sosok yang dicap pembohong oleh Yahya bin Ma’in, juga dilemahkan oleh para hufaz seperti imam Ahmad.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhazzab, [Beirut, Darul fikr: t.t] jilid III, halaman 467).
Dari paparan sebelumnya, jika diperhatikan dengan seksama maka dapat dipahami bahwa setiap pendapat dan penafsiran di atas memiliki cara pandang yang berbeda.
Kelompok yang pertama cenderung melihat dengan kaca mata zakat, sedangkan kelompok kedua condong pada makna doa. Adapun kelompok ketiga lebih mengarah kepada pujian.
Oleh karena itu, makna keluarga Nabi pada shalawat disesuaikan dengan qarinah (bukti) yang ada. Jika shalawat tersebut datang dengan menyertakan sifat-sifat keluarga Nabi, maka yang dimaksud adalah keluarga Nabi yang haram untuk menerima zakat.
Namun, jika ia tiba dengan sifat-sifat doa, maka yang dimaksud ialah seluruh Muslim tanpa terkecuali. Begitupun jika yang disertakan dalam shalawat sifat-sifat pujian, maka yang dimaksud adalah seluruh Muslim yang bertakwa.
Hal ini seperti yang ditulis oleh Al-Baijuri berikut:
أنه لا يطلق القول في تفسير الآل، بل يعول إلی القرينة٠
Artinya:”Olehnya, keluarga Nabi saw. Tak dapat ditetapkan penafsirannya secara pasti dan paten, akan tetapi merujuk pada qorinah yang menghubungkannya.”(Ibrahim Al-Baijuri,Hasyiatul Bajuri ala Fathil Qaribil Mujib, [Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiah: 2007 M],jilid I, halaman 33). Wallahu a’lam.
*Penulis adalah Alumni Universitas Al-Ahgaff