PALU – Sidang mediasi antara ayah almarhum Qidam Alfariski Mowance, yang dikuasakan kepada Tim Pembela Muslim (TPM) bersama dengan Radar Sulteng akhirnya berbuah perdamaian. Sidang mediasi di Pengadilan Negeri Palu ini digelar tertutup, Senin (12/10), namun hasil sidang disampaikan pada konferensi pers di Cafe Careto, Palu.
Antara TPM dan Radar Sulteng, telah menyepakati dua poin besar dalam perdamaian tersebut. Pertama Radar Sulteng, akan memberikan ruang pemberitaan bagi pihak keluarga almarhum maupun TPM dalam sidang gugatan melawan tergugat Polda Sulteng, secara objektif. Sebaliknya, TPM juga mengeluarkan Radar Sulteng–yang semula tergugat II (dua), dari segala tututan pada amar putusan hakim dalam sidang perdata dengan tergugat I (satu) Polda Sulteng Cq Kabid Humas Polda Sulteng.
“Dalam sidang mediasi yang dipimpin hakim mediator, kami tegaskan lagi telah setuju lakukan perdamaian,” jelas Muh Fikri, mewakili Tim Kuasa Hukum Radar Sulteng, yang diketuai Arif Sulaeman, dan anggota Mahfud Masuara, serta Ahmad Yani.
Sementara itu, Andi Akbar Panguriseng selaku kuasa hukum keluarga almarhum, menyampaikan, bahwa kesepakatan damai ini, berlangsung setelah tiga kali mediasi yang dilakukan, dipimpin Hakim Mediasi Yakobus Manu.
“Perdamaian kami ini nantinya akan ada akta perdamaiannya yang kami tandatangani di depan Hakim mediasi. Perdamaian ini tidak lagi mencari siapa salah dan siapa benar, dan tidak ada penggugat dan tergugat lagi, karena dalam mediasi kita mencari win-win solution,” ungkap Akbar.
Disampaikan Akbar, sejak awal saat menggugat, TPM memang memasukan dua objek gugatan. Tergugat I Mabes Polri, dalam hal ini Polda Sulteng Cq Kabid Humas serta Tergugat II Radar Sulteng. Namun, dimasukkannya Radar Sulteng sebagai tergugat kata dia, hanya sebagai salah satu formalitas saja, untuk memenuhi persyaratan gugatan.
“Kami sangat berterimakasih dengan teman-teman pers, dan tidak punya niat untuk menggugat. Kita kawan sejati dan akhirnya sepakat dengan hasil mediasi ini,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Yardin Hasan menegaskan, bahwa AJI Palu sejak kasus ini dilaporkan, secara intens melakukan advokasi kepada Radar Sulteng. Dan ketika kasus ini berakhir dengan perdamaian antara keluarga almarhum Qidam dan Radar Sulteng, AJI pun mengapresiasi hal tersebut.
“Walaupun sebenarnya gugatan ini, tidak perlu ada. Tapi kita semua sebenarnya menginginkan kesepakatan ini, dan tugas kami AJI kini sudah ringan, karena saat ini kami juga tengah melakukan advokasi terhadap 3 jurnalis korban penganiayaan dalam kasus berbeda,” papar Yardin.
Adanya perdamaian ini, AJI Palu juga bakal melaporkan ke AJI Indonesia. Sebab, kasus digugatnya Radar Sulteng tanpa melalui mekanisme pelaporan ke Dewan Pers, juga menjadi catatan kepada AJI Indonesia.
“Sebenarnya kami diminta AJI Indonesia untuk melaporkan progresnya sejauh mana untuk advokasinya, dan malam ini juga kami sampaikan bahwa kasusnya berakhir dengan damai. Dan saya selaku pengurus, mewakili AJI dan seluruh anggota merespon baik perdamaian ini,” tutur Sekretaris AJI Palu.
Dia pun menegaskan, bahwa sudah menjadi kewajiban dan komitmen dari AJI diminta ataupun tidak diminta, jurnalis harus lah memberikan ruang kepada mereka yang tidak punya akses ke publik, seperti ayah Qidam untuk dibantu menyuarakan apa yang menjadi aspirasinya. Namun, kata dia, bila kemudian terjadi kealpaan media maupun jurnalis dalam pemberitaan, maka mekanisme pers seperti klarifikasi dan hak jawab juga harus ditempuh.
“Kami diminta atau pun tidak diminta, tetap akan memberitakan orang-orang yang sulit bersuara, untuk kita suarakan, salah satunya seperti keluarga almarhum Qidam ini,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua PWI Sulteng, Mahmud Matangara juga menyambut baik perdamaian antara keluarga almarhum Qidam dan juga Radar Sulteng, di mana semua pihak telah legowo untuk tidak mencari siapa benar dan siapa yang salah.
PWI Sulteng sebut dia, berkomitmen pula untuk mendampingi, seluruh media dan wartawan bila terjerat delik pers.
“Yang kami khawatirkan, bila gugatan kepada Radar Sulteng diterima, maka akan jadi yurisprudensi atau putusan terdahulu, yang bisa diambil untuk menjerat media-media lain, tanpa melewati dahulu Dewan Pers. Makanya dari awal kami meminta ini dibicarakan secara baik-baik, dan Alhamdulillah kedua belah pihak sudah berdamai,” jelasnya.
Dia pun menjamin, bahwa tidak hanya Radar Sulteng yang bakal mengawal kasus kematian Qidam, namun seluruh masyarakat pers di Sulawesi Tengah. Perkara ini, tentunya akan terus diberitakan secara objektif. Karena sejatinya pers ada untuk membela orang-orang kecil.
“Kami pun mengapresiasi perdamaian ini. Dan kami pun meminta bila ada kejadian serupa, wartawan harus berhati-hati dalam meliput dan menulis, karena kita tidak mau diperhadapkan kembali dengan masalah seperti ini, yang tentu menyita waktu kita bersama,” terangnya.
Sekretaris Forum Umat Islam (FUI) Sulteng, Sudirman lebih jauh menyampaikan, bahwa dalam kasus kematian Qidam Alfariski Mowance, ada tiga persoalan yang dituntut oleh keluarga. Pertama soal penembakan Qidam, kedua terkait profesionalisme aparat dan ketiga terkait fitnah terhadap almarhum.
“Terkait kasus fitnah yang kami laporkan pidana itu SP3, sehingga kami tempuh lagi jalur perdata,” tandasnya.
Reporter: Faldi
Editor: Nanang