Putusan Hakim Tidak Beri Keadilan bagi Keluarga Almarhum Erfaldi

oleh -
Ilustrasi penembakan

PALU- Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan keluarga korban desak kejaksaan melakukan upaya kasasi atas putusan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Parigi Mautong Yakobus menjatuhkan vonis bebas Bripka Hendra, terdakwa pembunuhan terhadap Erfaldi pendemo 12 Februari 2022 silam.

Selain itu mendesak Kompolnas untuk memeriksa Kapolda Sulteng, diduga belum melakukan sidang etik kepada Bripka Hendra sejak ditetapkan sebagai terdakwa.

Selain itu Direktur SKP-HAM Sulteng Nurlaela Lamasitudju meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), memperpanjang masa pendampingan psikologis keluarga korban. Saat ini keluarga mengalami syok setelah pembacaan sidang putusan bebas.

“Dan melapor kepada Komnas HAM RI untuk melanjutkan peninjaun atau pemantauan ulang kasus pembubaran masa aksi tolak tambang menewaskan almarhum Erfaldi,” tuturnya.

BACA JUGA :  Tambang Ilegal, Merkuri dan Dampak Buruknya untuk Kehidupan

Pihaknya juga kata dia, membangun jaringan lokal dan nasional guna membantu korban mendapatkan keadilan.

Ia juga mempertanyakan hasil keputusan majelis hakim. Jika tersangka Bripka Hendra bukan pelaku, lalu siapa menembak Erfaldi hingga tewas? Padahal tanggal 2 Maret 2022, Kapolda Sulteng Irjen Rudy Sufahriadi secara yakin menetapkan Bripka Hendra sebagai tersangka berdasarkan hasil uji balistik dan Labfor di Makassar.

“Anak peluru dan proyektil pembanding identik dari senjata organik pistol HS 9 dengan nomor seri H239748 atas nama pemegang Bripka Hendra. Dan hasil uji DNA sampel darah ditemukan di proyektil dengan darah korban juga identik dengan anak peluru dari pistol Bripka Hendra,” tuturnya.

Lalu mengapa majelis hakim tidak menghukum pelaku berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum 10 tahun penjara dengan pasal 338 KUHP?

BACA JUGA :  Karutan Palu Benarkan Napi Kabur, ini Orangnya!

Ia menyebutkan, jika majelis hakim membebaskan pelaku Bripka Hendra hanya berdasarkan pembelaan terdakwa menyesalkan tentang berita acara pemeriksaan (BAP) berbeda antara keterangan diberikan terdakwa saat pemeriksaan dengan keterangan dimuat dalam BAP dihadirkan di persidangan.

“Maka sangat mengherankan mengapa majelis hakim menerima pembelaan itu, sebab pada saat sidang pembelaan, Ketua Majelis Hakim Yakobus Manu, menyatakan bahwa tidak memiliki waktu lagi untuk mengkonfrontir BAP,” tuturnya.

Oleh sebab itu pertimbangan lain apa yang meyakinkan hakim bahwa pelaku tidak bersalah? Tanyanya, mengapa keputusan hakim membebaskan pelaku?

“Saat ini keluarga korban dalam kondisi sangat terpuruk, sakit, marah, kecewa, atas putusan majelis hakim tidak memberikan keadilan,” pungkasnya.

BACA JUGA :  Mengatasi Jerat Pinjol ala OJK

Reporter: IKRAM