POSO- Puluhan penambang pasir Desa Saojo, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso menanti kompensasi dari PT.Poso Energi.
Selain menuntut dana kompensasi, puluhan penambang pasir juga menagih janji PT.Poso Energi (PE) untuk memperkerjakan mereka ketika perusahaan sudah beroperasi.
Ketua penambang pasir Ben Yans Mongan mengatakan, kelompok penambang pasir mereka terbentuk 2005 , pada 2007 pihak perusahaan PT.Poso Energi (PE) datang kepada pemerintah desa Saojo dan membuat kesepakatan.
“Bahwa semua masyarakat desa Saojo atau khususnya penambang pasir, 2015 akan dipekerjakan bila perusahaan beroperasi, tidak lagi bekerja sebagai penambang pasir,” tuturnya.
Itulah kata dia, menjadi pegangan mereka bahwa penambang pasir akan dialihfungsikan ke perusahaan 2015. Seiring berjalannya waktu, dari 2015 sampai sekarang, tidak ada panggilan dari PE.
“Khusus penambang pasir di Saojo ini tidak hanya 36 orang , tapi lebih 60 orang,” katanya.
Selain itu kata dia, mereka mempertanyakan jalan mereka buka secara manual, panjang sekitar 70 meter sampai ke lokasi penambang pasir, menjadi jalan desa.
“Tapi entah bagaimana prosesnya jalan desa tersebut diklaim oleh PE sebagai jalan perusahaan dan sudah bersertifikat,” katanya.
Terkait jalan desa tersebut kata dia, ada bukti Memorandum of Understanding (MoU) pihak PE dan pemerintah desa. Jalan desa tersebut , jalan yang dipinjam tapi kenyataan pihak PE mengklaim jalannya.
Ben mengatakan, kompensasi akibat aktivitas perusahaan belum dibayarkan karena nilai yang ditawarkan sangat kecil, tidak sebanding dengan penghasilan diperoleh jika mereka menambang.
“Kami ditawarkan hanya Rp1,5 juta, sementara kami minta Rp5, 1 miliar untuk 37 orang. Tawaran kami itu pendapatan terendah dalam sehari diperoleh jika menambang,” ujarnya.
Sampai sekarang menurutnya, mereka belum menerima dana kompensasi, kecuali karamba yang sudah menerima.
Sementara itu, Kepala Desa Saojo, Harkius Landusa mengatakan ada 37 penambang pasir, 14 karamba, dan 20 pagar sogili atau wayamasapi yang terdampak di Desa Saojo.
“Sebanyak 14 karamba telah mendapatkan kompensasi dari perusahaan dengan nilai Rp1,5 juta,” katanya.
Sementara untuk penambang pasir dan wayamasapi belum, Sebab pihak perusahaan meminta data reel keberadaan jumlah penambang pasir dan karamba.
Selain itu mereka menolak tawaran dari perusahaan yang nilainnya dianggap terlalu kecil, tidak sebanding dengan penghasilan warga dari tambang dan sogili.
“Kalau penambang minta kompensasi Rp5,1 miliar, sementara pagar sogili sogili Rp 120 juta per pagar sogili,” bebernya.
Sehingga sampai saat ini kompensasinya belum dibayarkan.
Harkius menambahkan, jika kompensasi sudah dibayarkan, maka penambangan, wayamasapi, maupun karamba sudah tidak akan ada lagi di Saojo, walaupun dalam perjanjian kompensasi tidak ada disebutkan.
Menanggapi hal itu, Manager lingkungan dan CSR PT. Poso Energi, Irma Suriani mengklaim bahwa di Saojo merupakan tebing yang sangat tidak memungkinkan untuk menambang. Namun pihak perusahaan tetap melakukan pendekatan persuasif dalam penyelesaian semua persoalan warga, sehingga tetap memberikan kompensasi. Namun masih ada warga yang tetap berkeras dengan tawaran masing-masing.
“Kami sudah selesaikan semua kompensasi, tapi masih ada yang berkeras dengan tawaran mereka yang di luar logika,” kata Irma, Rabu (14/9/2022).
Sementara berkaitan dengan janji perusahaan untuk mempekerjakan warga, Irma menilai bahwa dalam pekerjaan konstruksi yang membutuhkan banyak tenaga kerja, tentunya pihak perusahaan akan melibatkan warga, apalagi jika ada yang sudah dijanjikan.
“Namun jika sudah beroperasi yang dibutuhkan sesuai keahlian sehingga tidak bisa direkrut, ” Tandasnya. (IKRAM)