Pue Lasadindi Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

oleh -
Monumen Pue Lasadindi di persimpangan Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. (FOTO: JAMRIN AB)

DONGGALA – Selain Tombolotutu tokoh pejuang dari Moutong, Kabupaten Parigi Moutong diwacanakan untuk diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari Sulawesi Tengah, hal serupa juga tokoh dari Kabupaten Donggala. Adalah Pue Lasadindi atau familiar disapa Mangge Rante juga dalam upaya pengusulan sebagai pahlawan Nasional dari Sulawesi Tengah.

Selain terus dilakukan sosialisasi dan masukan dari masyarakat yang dilakukan sejarawan Haliadi Sadi, P.hd dari Universitas Tadulako dan tokoh muda Muhammad Djruddin Wartabone, juga telah dilakukan seminar khusus di Donggala beberapa waktu lalu. Dalam seminar tersebut menampilkan tiga pembicara penting yaitu dari Kementerian Sosial RI yang menangani masalah gelar kepahlawanan, Haliadi Sadi (Sejarawan UNTAD) dan Dr. Zuhdi Susanto sejarawan dari Universitas Indonesia.

BACA JUGA :  Nomor Urut Empat Paslon di Pilkada Poso Sudah Ditetapkan

“Dari hasil seminar dihasilkan sejumlah masukan dari masyarakat tentang informasi tokoh Lasadindi, sekaligus menguatkan posisinya sebagai tokoh pergerakan dalam menentang kolonialisme melalui dakwah Islam,” jelas Haliadi beberapa waktu lalu.

Pue Lasadindi bagi masyarakat Kecamatan Sindue merupakan sosok pejuang. Meskipun telah lama wafat (di Randomayang, Sulawesi Barat tahun 1953), tapi dalam wacana tradisi lisan sosoknya penuh misteri dan cenderung dimitoskan. Lasadindi asal Desa Enu yang dulu merupakan pusat keadatan Sindue itu dipercaya sebagai wali yang memiliki kesaktian. Bahkan ada yang mempercayai kalau Bung Karno presiden pertama Indonesia itu memiliki hubungan kekerabatan dan garis keturunan dari Mange Rante.

BACA JUGA :  Tiga Pesan Rasulullah

Rasa kecintaan sebagian warga Sindue terhadap ketokohan Mangge Rante itu diwujudkan pula dalam bentuk ekspresi pembangunan monument di perempatan jalan Desa Toaya, ibu kota Kecamatan Sindue.

Belum banyak literatur yang membahas secara khusus tentang sosok tokoh tersebut, kecuali Haliadi Sadi dan Ismail Syawal dari Pusat Penelitian Sejarah UNTAD dengan buku; “Sejarah Perjuangan Pue Lasadindi di Donggala” (2016) cukup serius meneliti sosok tokoh tersebut. Beberapa tulisan terdahulu masih dalam bentuk catatan sisipan ketika menulis sejarah perjuangan masa kolonial Belanda dan syiar Islam.

Tulisan Haliadi itu tidak semata mengungkap perjalanan Lasadindi sebagai tokoh Partai Sarikat Islam wadah perlawanan pada pemerintah kolonial, melainkan menguraikan pula tatanan adat Tanah Kaili di Sindue dan tergambarkan tentang asal usul keturunannya. Tentu saja buku tak terhindar dari kritikan dan tetap dinilai belum banyak menyibak misteri secara tuntas. Sebab Mangge Rante memang seorang hero yang misterius, tapi menjadi spirit religius secara kultural dalam masyarakat etnis Kaili Rai khususnya di Kecamatan Sindue. (JAMRIN AB)