Puasa menjadi sarana yang kuat untuk memerdekakan kita dari belenggu keinginan, hasrat, dan segala nafsu fisik yang negatif, dan membersihkan kita dari kekotoran dosa-dosa badani.

Rasulullah SAW bersabda kepada sahabat Jabir bin Abdullah Al-Anshari, “Jabir, ini adalah bulan Ramadhan. Barangsiapa yang berpuasa di siang harinya dan tetap sadar serta ingat kepada Allah di malam harinya, menjaga perutnya dari apa yang diharamkan, dan menjaga kehormatannya dari kekotoran, serta menahan lidahnya, maka ia akan terlepas dari dosa-dosa seperti lepasnya bulan Ramadhan dari dia.”

Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya berita ini.” Rasulullah melanjutkan, “Tetapi, wahai Jabir, persyaratan-persyaratan puasa itu sangat berat.”

Banyak dokter yang memuji pengaruh puasa untuk meringankan sejumlah penyakit. Pendapat yang sama juga dilontarkan akhir-akhir ini oleh sejumlah ahli jiwa, karena puasa sebagai pengendalian diri dinilai mampu membebaskan manusia dari belenggu-belenggu “kebiasaan” yang dapat menghambat kejiwaannya.

Kebanyakan manusia menghadapi masalah serius terhadap hawa nafsunya sendiri. Karena itu, keberadaan hawa nafsu dalam kehidupan seorang muslim mendapat perhatian ekstra karena sering membuat orang terlena.

Tidak jarang seseorang mampu mengalahkan pertempuran dengan setan yang membisiki perbuatan maksiat atau mempertuhankan makhluk lainnya. Namun ia justru kalah atas dirinya sendiri.

Maestro sufi, Jalaluddin Rumi, berkata: “Berhala terbesar adalah berhala dirinya sendiri yang disebut hawa nafsu atau Ego. Ego yang berkembang menjadi hijab yang menghalangi dia dengan Tuhannya, sehingga mengakibatkan seorang tidak akan mampu untuk memberikan pengabdian sepenuhnya, apalagi tenggelam dalam kecintaan kepada-Nya.”

Dalam banyak kajian sufisme, musuh utama manusia adalah ego yang bersemayam dalam jiwa manusia. Ia menjadi musuh nyata manusia, mewujud dalam banyak sikap dan prilaku sehari-hari.

Jika ia terus berkembang yang tak terkendali sehingga mengakibatkan berbagai penyakit hati.

Sebagian orang berkata, ego adalah nenek moyang segala penyakit hati. Ego akan selalu melihat dan menilai diri sendiri secara berlebihan.

Lalu muncul sifat-sifat membanggakan diri (ujub) dan congkak (takabbur). Rasulullah saw bersabda: “Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR Muslim). Dari sikap merendahkan orang lain itulah lalu timbul sifat iri dan dengki (hasad).

Mari kita manfaatkan puasa selama sebulan penuh ini untuk benar-benar “membakar” ego agar menjadi pribadi yang matang. Percayalah, orang yang paling mulia di hadapan Tuhannya kelak adalah mereka yang mampu mengendalikan hawa nafsunya. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)