Sungguh, puasa memiliki banyak rahasia yang luar biasa. Bila direnungkan dan pikirkan, maka pasti kita akan takjub karenanya. Puasa berkaitan erat dengan ketulusan iman kepada Allah SWT.

Sebagian ulama menyebut puasa sebagai ibadah rahasia. Mengapa? karena seseorang bisa saja tidak berpuasa jika ia mau. Entah dengan mengonsumsi makanan atau minuman, atau tidak berniat puasa sama sekali, meskipun ia menahan diri dari makan dan minum sepanjang hari.

Dengan kata lain, puasa adalah ibadah hati. Dia adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya. Sebab, ketika seorang hamba tidak melakukan perbuatan yang dapat membatalkan puasa, padahal dia sanggup melakukan hal itu walau secara sembunyi-sembunyi, maka itu adalah bukti bahwa dia yakin terhadap adanya pengawasan Allah terhadap perbuatannya.

Bila dicermati lebih jauh, rahasia keimanan ini dapat kita temukan pada seluruh ritual ibadah yang dilakukan seorang hamba kepada Sang Khaliq. Perhatikan, misalnya, wudhu saat seseorang bersuci dari hadats dengan wudhu’.

Dalam wudhu terdapat bukti keimanan seorang hamba bahwa Allah Maha Mengawasi dirinya. Itulah kenapa dia menunaikan amanah bersuci yang menjadi rahasia antara dirinya dengaan Rabbnya. Sekiranya dia shalat tanpa bersuci, maka takkan ada manusia yang tahu hal itu.

Perhatikan pula ibadah shalat. Seorang yang shalat membaca surah Al Fatihah dalam shalatnya. Dalam ruku’, dia membaca Subhaana Rabbiyal ‘adziym. Dalam sujud, dia membaca Subhaana Rabbiyal a’la. Dalam duduk di antara dua sujud, dia membaca Rabbighfirliy.

Dalam tasyahhud, dia membaca tahiyyat, dan begitu seterusnya. Dia membaca semua itu dengan suara yang tidak didengarkan oleh orang di samping dan di dekatnya. Bahkan oleh orang yang mungkin merapat dan bersentuhan kulit dengannya sekalipun. Andai saja dia tidak beriman kepada Allah, kepada Kemahatahuan Allah terhadap ucapan lisannya, lintasan pikirannya dan kata hatinya.

Puasa mendidik manusia untuk selalu mengingat kampung akhirat sebab saat berpuasa, seorang hamba meninggalkan beberapa kebiasaan duniawi dengan harapan mendapatkan ganjaran pahala di sisi Allah.

Parameternya dalam menghitung untung rugi, perbuatannya adalah standar akhirat. Dalam puasa –misalnya– dia meninggalkan makan, minum dan berbagai kenikmatan pada siang hari bulan Ramadhan, demi balasan yang baik pada hari kehidupan akhirat kelak.

Dalam hal ini terdapat penanaman nilai-nilaI keimanan kepada kehidupan akhirat.

Kehidupan akhirat menjadi tambatan hati bagi orang yang berpuasa. Dia juga berlatih untuk menghilangkan ketergantungan kepada kenikmatan duniawi yang fana. Sebab ketergantungan kepada kenikmatan duniawi itulah yang melahirkan kecenderungan yang berlebihan kepada kehidupan dunia.

Padahal, penting diingat bahwa dalam ibadah puasa, terkandung pula kenikmatan rohani dan kebaikan hidup, seperti kesehatan fisik, ketenangan hati, dan kelapangan dada.

Adapun orang yang hanya melihat segala sesuatu dari sudut pandang materi, maka puasa hanya akan dilihat dari sisi kehidupan dunia yang singkat ini. Mereka tidak melihat puasa melainkan sebatas meninggalkan kenikmatan makan, minum dan hubungan suami istri.

Pandangan mereka terbatas pada upaya pemenuhan terhadap kebutuhan fisik semata. Mereka tidak melihat sisi akhirat yang pada hakekatnya merupakan balasan yang sebenarnya.

Hal inilah yang menggerus atau mungkin memperlemah rasa rindu kepada kehidupan akhirat.

Dalam ibadah Puasa terdapat pembuktian akan totalitas penyerahan Diri dan penyembahan Kepada Allah Jalla wa ‘alaa Puasa melatih seorang muslim untuk melaksanakan makna ubudiyah yang sebenarnya. Ketika malam tiba, dia makan.

Hal itu sebagai bentuk pengamalan terhadap perintah Allah: “Makan dan minumlah hingga tampak bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS Al Baqarah: 187).

Puasa adalah madrasah bagi masyarakat. Ketika seorang yang berpuasa menyaksikan manusia di sekitarnya berpuasa, maka ia akan merasakan puasa sebagai sesuatu yang ringan dilaksanakan. Ia juga akan merasa sebagai bagian tak terpisah dari masyarakatnya, yang semuanya diikat oleh hubungan kesatuan ibadah yang merupakan poros bagi semua anggota masyarakat.

Ramadhan benar-benar sangat istimewa. Ia datang bukan hanya menabur kebaikan buat orang yang menyambut dan menghidupkannya. Bahkan, hingga berlipat dirasakan oleh orang yang jauh dari sujud kepada Allah Ta’ala. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)