JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk menggelar dialog bertajuk “Indonesia at the Epicenterof Critical Minerals: Nickel, Copper, and the Global Energy Transition” belum lama ini.

Dialog yang mempertemukan para pemimpin dari kalangan pemerintah, industri, dan lembaga ini dalam rangka memperkuat peran strategis bangsa dalam transisi energi global dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF).

Para narasumber membahas bagaimana Indonesia dapat menyeimbangkan potensi sumber daya alamnya yang besar dengan tanggung jawab terhadap lingkungan, inklusi sosial, serta ketahanan ekonomi jangka panjang.
 
Sesi ini dimoderatori oleh Ashwin Balasubramanian, Partner di McKinsey & Company, dan menghadirkan Bernardus Irmanto (Presiden Direktur & CEO, PT Vale Indonesia), Dr. Ing. Tri Winarno (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), David Wei(General Manager, Huayou Indonesia).

Selanjutnya, Tom Malik (Head of Corporate Communications, PT Merdeka Copper Gold Tbk), serta Rebecca Burton (Deputy Director, Initiative forResponsible Mining Assurance – IRMA).
 
Bernardus Irmanto mengatakan, permintaan global terhadap nikel dan tembaga -dua mineral penting bagi kendaraan listrik, energi terbarukan, dan elektrifikasi- diproyeksikan akan meningkat dua hingga tiga kali lipat pada tahun 2040.

Kata dia, Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dan operasi tembaga yang berkembang pesat, berada di pusat transformasi tersebut.

“Mineral kritis merupakan fondasi dari transisi energi global, dan Indonesia berada di pusatnya,” ujar Bernardus Irmanto.

Lanjut dia, misi PT Vale sendiri bukan hanya untuk memenuhi permintaan global, tetapi untuk melakukannya secara bertanggung jawab—memastikan keberlanjutan, transparansi, dan pemberdayaan masyarakat menjadi landasan kontribusi Indonesia bagi masa depan dunia yang net-zero.
 
Mewakili arah kebijakan pemerintah, Dr. Ing. Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, menegaskan bahwa mengintegrasikan keberlanjutan dalam strategi hilirisasi dan dekarbonisasi nasional sangatlah penting.

“Komitmen Indonesia terhadap pengelolaan mineral yang bertanggung jawab sangat jelas—kita harus mendorong pertumbuhan industri tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan,” ujar Dr. Winarno.

Kata dia, melalui inovasi, kolaborasi, dan kepatuhan terhadap standar internasional, Indonesia akan terus memperkuat kepemimpinannya dalam transisi energi global sambil memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
 
Dari perspektif industri global, David Wei, General Manager Huayou Indonesia, mengemukakan pentingnya kemitraan jangka panjang yang mengedepankan inovasi dan keberlanjutan.

“Keberlanjutan bukan lagi pilihan, melainkan tolok ukur kredibilitas global,” ujar Wei.

Kata dia, kolaborasi dengan PT Vale menunjukkan bagaimana kemitraan industri dapat mendorong rantai pasok yang bertanggung jawab, pengurangan karbon, dan kesejahteraan bersama.

“Masa depan mineral kritis bergantung pada bagaimana kita tumbuh bersama—dengan integritas dan dampak nyata,” katanya.
 
Menambahkan perspektif dari sektor tembaga, Tom Malik, Head of Corporate Communications PT Merdeka CopperGold Tbk, menekankan bagaimana pihaknya memastikan pertumbuhan sejalan dengan ekspektasi keberlanjutan global.

“PT Merdeka Copper Gold telah memposisikan diri di garis depan sektor tembaga Indonesia—komoditas penting bagi elektrifikasi global,” ujar Malik.

Seiring meningkatnya permintaan, lanjut dia, pihaknya memastikan ekspansi perusahaan selaras dengan prinsip ESG yang ketat, khususnya dalam pengelolaan air, perlindungan keanekaragaman hayati, dan keterlibatan masyarakat.

“Dengan demikian, pertumbuhan ini dapat memperkuat reputasi Indonesia sebagai pemasok mineral kritis yang bertanggung jawab,” katanya.

Rebecca Burton, Deputy Director Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), mengapresiasi langkah pionir PT Vale Indonesia sebagai salah satu perusahaan tambang pertama di Indonesia yang menempuh sertifikasi IRMA.

“Kepemimpinan Indonesia dalam mineral kritis merupakan kesempatan untuk membuktikan bahwa pertumbuhan dan tanggung jawab dapat berjalan beriringan,” ujar Burton.

Menurutnya, kerangka kerja seperti IRMA memastikan bahwa nikel dan tembaga dari Indonesia diakui secara global sebagai hasil tambang yang dikelola secara bertanggung jawab—melalui transparansi, penilaian independen, serta penghormatan terhadap manusia dan alam.

“Seiring meningkatnya perhatian dunia, pemerintah, perusahaan, dan lembaga penyusun standar perlu menyelaraskan ambisi dengan akuntabilitas guna membentuk generasi baru praktik pertambangan yang bertanggung jawab,” ujarnya.
 
Sesi ini ditutup dengan komitmen bersama bahwa kepemimpinan Indonesia dalam sektor mineral harus melampaui ukuran produksi, dan mencerminkan pendekatan pertumbuhan yang berlandaskan nilai.

PT Vale meyakini bahwa potensi sejati Indonesia terletak pada kemampuannya untuk memimpin bukan hanya dengan skala, tetapi dengan standar.

Dengan menanamkan keberlanjutan di inti setiap operasi, PT Vale berkomitmen memastikan bahwa setiap ton nikel yang ditambang di Indonesia berkontribusi pada masa depan yang lebih bersih, adil, dan berkelanjutan bagi dunia. ***