MORUT- Konflik agraria antara masyarakat Kecamatan Mori Utara dan perusahaan perkebunan sawit PT. SPN terus berlangsung sejak pengalihan pengelolaan dari PTPN XIV pada 2011. Warga dari desa Mayumba, Pleru dan beberapa desa lainnya menuntut kejelasan terkait penguasaan lahan dan janji kebun plasma yang tak kunjung terealisasi.
Warga menuntut keadilan agraria dan kehadiran negara untuk mencegah konflik sosial yang lebih luas.
Menyikapi hal tersebut, Tim Kuasa Hukum PT. SPN Abd. Aan Achabr (Aan) mengatakan, penguasaan atas pengelolaan lahan perkebunan berada di wilayah kabupaten Morowali Utara secara keabsahan. PT. SPN mempunyai legitimasi hukum kuat dari Negara melalui instansi terkait yang berwenang menerbitkan SHGU (Sertifikat Hak Guna Usaha).
“Sejak berdirinya tahun 2011, PT. SPN telah mengantongi beberapa SHGU yang peruntukannya untuk perkebunan tanaman sawit. Sampai dengan saat ini dapat dipastikan dalam melakukan aktifitas perkebunan, PT. SPN tetap konsisten untuk tidak melewati batas-batas berdasarkan SHGU. Karna dasarnya adalah SHGU,” tutur Aan panggilan akrabnya di Palu, Selasa (15/4).
Aan mengatakan, pemberian fasilitas lahan plasma, sejak dahulu telah dilakukan kepada masyarakat termasuk masyarakat Desa Mayumba dan beberapa desa lainnya dengan luas 2.520 Ha berdasarkan kerja sama KUD Wulanderi dengan pola Perusahaan Inti Rakyat Kredit Koperasi Primer Anggota (PIR KKPA).
PT. SPN sangat mengapresiasi setinggi-tingginya langkah-langkah mediasi yang selama ini dilakukan oleh Pemda Morowali Utara dan Pemprov Sulawesi Tengah guna mencari titik temu dan meyakini dapat menilai secara objektif atas permasalahan yang berkembang saat ini.
“Aset PT. SPN adalah aset Negara, tidak mudah untuk dilakukan enclave. Proses-proses secara humanis tetap kita kedepankan, namun demikian sekiranya terdapat pihak yang hak keperdataannya dirugikan, sebagai negara hukum tentunya dapat menempuh jalur hukum yang ada,” tegasnya.
REPORTER : IKRAM