PALU- Sejumlah perwakilan warga transdespot Desa Tontowea melaporkan PT Sawit Jaya Abadi (I) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng ), sebab selama kurang lebih 17 tahun,tanpa menggunakan hak guna usaha (HGU) beroperasi desa Tontowea, Kecamatan Petasia Barat, Kabupaten Morowali Utara (Morut).
Pengaduan tersebut di terima oleh petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Sulteng, Senin (15/7).
Sala satu perwakilan warga Asjuni mengatakan, masyarakat setempat sejak 1992 telah menguasai dan menggarap tanah tersebut. Dan dihadapan pemerintah kecamatan dan tokoh adat sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan pihak perusahaan.
“Bahwa tanah milik warga transmigrasi tersebut, dijadikan kebun plasma. Sebagaimana dituangkan kedalam berita acara kesepakatan 23 Oktober 2007,” katanya.
Namun faktanya sebut dia, pihaknya sampai saat ini, tidak mendapatkan hasil apapun dari pihak perusahaan PT SJA I
Olehnya kata dia, dari puluhan warga pemilik lahan sekitar 150 Hektare (Ha) di pergunakan oleh pihak PT. SJA I membuat surat pernyataan bersama legal opinion melaporkan pada Kejati Sulteng perihal adanya perusahaan diduga melakukan perampasan lahan.
“Karena sebelumnya diketahui bersama telah terjadi kesepakatan sehingga perusahaan menggunakan tanah kami untuk menanam kelapa sawit,” pungkasnya.
Terpisah, Senin (15/7) Kasipenkum Kejati Sulteng Laode Abdul Sofian membenarkan adanya laporan pengaduan dari masyarakat transdespot Desa Tontowea.
Namun ia belum bisa memberikan lebih detil, sebab baru dilaporkan dan masih dikaji, apakah masuk pada bidang pidsus. “Masih dipelajari,” ujarnya singkat.
Dikonfirmasi terpisah, Selasa (16)7) Humas PT SJA 1 Roby Cdo menjelaskan , untuk transdespot Desa Tontowea tidak ada lahan usaha (LU) II, sebab berada dalam desa induknya.
Menurutnya, pihaknya mendapatkan penjelasan tersebut dari Dinas Transmigrasi dan Tenaga kerja Sulawesi Tengah (Sulteng) 2014.
“Semua areal lahan di Tontowea sudah dilakukan kompensasi, berdasarkan verifikasi dan validasi (Verivali) oleh tim kecamatan/desa dan tidak ada terdeteksi adanya LU II,” jelasnya.
Terkait tidak adanya HGU, Roby membenarkan hal tersebut belum memiliki HGU, tapi bukan berarti mereka diamkan. Sebab sejak beroperasi berdasarkan Izin lokasi (Inlok) dan IUP 2007-2008 masih menyelesaikan proses klaim-klaim lahan masyarakat.
“Dan sekarang kita maju pada tahapan berikutnya pengurusan HGU,.tapi dipermasalahkan pengakuan masyarakat terkait LU II, padahal faktanya tidak ada LU II,” pungkasnya.
Reporter: IKRAM/Editor: NANANG