PALU – Sejumlah perwakilan warga Desa Polanto Jaya, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Senin (04/09), kembali mendatangi Partai NasDem Sulteng, guna meminta titik terang perlindungan hukum atas nasib yang dialami warga, pasca dikriminalisasi perusahaan kelapa sawit PT Mamuang.
Sebelumnya, mereka juga mengadukan perihal tersebut kepada Anggota DPRD Sulteng dari Partai NasDem, Muhammad Masykur.
Kehadiran masyarakat tersebut didampingi Ketua LPPN RI, Harsono Bareki. Mereka diterima Muhammad Masykur dan salah satu tim pengacara Partai NasDem, Agus Darwis.
Jika sebelumnya mereka menyampaikan penetapan tersangka terhadap empat warga atas tuduhan pencurian buah sawit, kali ini mereka juga menyampaikan perampasan mobil oleh aparat kepolisian yang diduga merupakan suruhan dari anak perusahaan PT Astra tersebut.
“Sampai sekarang ini, sudah ada dua mobil warga yang diambil paksa oleh mereka,” kata perwakilan warga, Jufri.
Jufri sendiri merupakan salah satu warga yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polsek Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulbar.
Jufri juga membeberkan beberapa hal yang telah dilakukan pihak perusahaan kepada warga. Bermula dari pancaplokan lahan warga yang notabene berada di wilayah Sulteng, pengancaman, penculikan dan berbagai intimidasi lainnya kepada warga transmigran yang telah diberi lahan oleh pemerintah.
Sementara kata dia, wilayah HGU perusahaan tersebut berada di wilayah Sulbar, yang jaraknya kurang lebih 30 kilometer dari Desa Polanto Jaya.
Warga lainnya, Sikusman, mengatakan, dari awal pencaplokan lahan, pihaknya selalu mendapatkan intimidasi aparat suruhan perusahaan.
Bahkan kata dia, istri dan anaknya diculik dan hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Saat ini kata dia, dirinya tidak memiliki apa-apa lagi, selain lahan yang saat ini diklaim perusahaan.
Sementara Ketua LPPN RI, Harsono Bereki menuturkan, beberapa hal yang diminta warga adalah pembatalan penetapan tersangka tersebut. Selain itu, agar pihak kepolisian mengembalikan mobil warga yang notabene menjadi fasilitas utama warga untuk mencari nafkah.
“Satu truk dan satunya lagi Hilux. Mobil ini dipakai warga untuk membeli buah di kebun. Kalau tidak ada itu, bagaimana warga mau mencari makan. Buah sawit itu tidak akan dijual kalau tidak dijemput langsung di kebun,” tutur Harsono.
Dia menuturkan kronologis yang dialami warga Polanto Jaya. Pada tahun 1991, masuklah warga transmigran di desa tersebut dan diberi lahan oleh pemerintah. Lahan itu ditanami kakao.
Namun pada tahun 2001 masuklah perusahaan tersebut dan melakukan penebangan kakao warga dan menanami sawit. Tidak terima, warga pun menebangi sawit-sawit tersebut dan menggantinya dengan tanaman yang sama.
Namun belakangan, sawit yang sudah berbuah itu diklaim sebagai milik perusahaan sehingga warga tidak diperkenankan mengambil.
“Bagaimana mungkin warga tidak petik sementara itu milik mereka. Padahal lahan HGU perusahaan sangat jauh dari Desa Polanto Jaya,” tuturnya.
Pihaknya juga sudah melakukan komunikasi dengan Polda Sulbar. Saat itu, Wakapolda Sulbar sudah menginstruksikan agar menarik aparat yang dipekerjakan oleh perusahaan.
Pihaknya juga sudah melaporkan hal itu ke Kompolnas.
Anggota DPRD Sulteng, Muhammad Masykur menyatakan, pihaknya akan berupaya membantu warga Polanto Jaya.
Dia menilai ada keanehan, dimana warga yang notabene berada di wilayah Sulteng, justru diproses hukum oleh kepolisian Sulbar.
“Kami akan upayakan memberi bantuan hukum kepada warga,” katanya.
Terkait itu, salah satu kuasa hukum Partai NasDem, Agus Darwis menyatakan, jalan satu-satunya yang ditempuh adalah melakukan praperadilan atas kewenangan penetapan tersangka di Pengadilan Negeri Sulbar.
“Ini yang akan kita praperadilankan. Kewenangan memproses hukum. Masa warga di Sulteng tapi ditetapkan tersangka oleh kepolisian Sulbar,” imbuhnya. (RIFAY)