PALU – Kepala Desa (Kades) Tamanusi, Kecamatan Soyojaya, Kabutapen Morowali Utara (Morut) kembali menambah daftar korban kriminalisasi Investor Pertambangan.
Kades Tamanusi, Akhlis ditangkap oleh Polda Sulteng atas laporan dugaan penyerebotan lahan oleh pihak PT. Latanindo, perusahaan yang bergerak di Bidang Pertambangan Nikel, di Morut.
Akhlis yang dihubungi via handphone menuturkan, awalnya dia membersihkan kebun miliknya dan dihampiri oleh humas PT Latanindo, Budi, meminta dirinya menghentikan aktivitas di atas lahan itu, dengan alasan bahwa lahan yang digarapnya sejak dua tahun lalu itu masuk dalam IUP perusahaan. Padahal, selaku Kades dirinya tidak pernah mengetahui adanya IUP terbit di atas lahannya.
“Dua hari setelah itu, pihak perusahaan kembali datang kepada operator saya yang sedang membersihkan lahan itu. Kemudian, dua hari setelah itu saya dilaporkan di Polda Sulteng oleh, Mario sebagai kuasa direktur PT Latanindo. Datanglah mereka meminta keterangan di rumah saya yang katanya mau meminta keterangan tapi tidak lanjut karena kami tanyakan kapasitas mereka meminta keterangan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan,” jelas Kades, Senin (16/01).
Kemudian kata Kades, selang sekitar tiga minggu, pihak kepolisian dan perusahaan datang menahan excavator yang digunakannya membersihkan lahan ke Mapolres setempat. Beberapa hari dari itu, dirinya turut diamankan di Mapolda Sulteng.
“Kepada penyidik Polda saya perlihatkan bukti-bukti kepemilikan lahan itu karena semua sah bagi saya. Karena dari awal saya beli dari Pak Andi Amir mempunyai Surat Kepemilikan Tanah (SKPT) dari mantan Kades, Pak Haminson. Kemudian ada program Presiden PTSL , jadi mengajukan untuk disertifikatkan sebagian. Atas pegangan itu saya yakin itu hak saya,” tegasnya.
Dengan bukti-bukti alas hak kepemilikan lahannya yang kuat. Kemudian penyidik Polda mengalihkan jeratan hukum kepada Kades atas pelanggaran Pasal 50, Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, yang mengamanatkan, setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
“Saya tidak tahu itu kawasan atau tidak, karena masyarakat setempat sudah turun temurun berkebun di wilayah itu. Kalau benar saya melanggar UU Kehutanan, terus masyarakat lain yang telah mengelolah hutan itu bagaimana, kenapa tidak ikut ditindak, kenapa hanya saya? Inilah kejanggalan yang dilakukan penyidik Polda. Saya sudah sampaikan sama penyidik, kalau mau memberlakukan hukum berkeadilan, jangan cuman saya. Ribuan orang yang mengelolah lahan di kawasan itu,” terangnya.
Kades memandang, dirinya diperlakukan seperti orang yang telah ditarget. Karena sudah puluhan tahun dirinya dan warganya melakukan aktivitas perkebunan di lahan itu, tetapi baru hari ini mendapat teguran dari pihak penegak hukum, bahkan dipidanakan.
“Ini tidak musti terjadi tapi dipaksanakan. Makanya saya melawan, dalam artian minta keadilan. Karena kalau meminta kesaksian warga, pastinya semua warga akan mau bersaksi bahwa lahan itu sudah turun temurun kami olah. Bahkan jarak lahan yang dipermasalahkan ini hanya 500 meter dari rumah saya,” jelasnya.
Sudah 12 malam menjadi tahanan Polda Sulteng, kades juga mengaku sudah mempersiapkan Penasehat Hukum (PH). Bahkan langkah perlawan diambil, menempuh jalur Praperadilan tanggal 24 Januari 2023, di Pengadilan Poso. (YAMIN)