PALU – Pihak DPRD Sulteng bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) setempat, sepakat menggenjot pendapatan daerah dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Kesepakatan ini diputuskan dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD dengan Tim Anggaran Daerah (TAPD) dalam agenda pembahasan APBD-Perubahan Tahun 2018, Jumat (07/09), pukul 20.00 sampai 22.00 Wita.
Sumber pendapatan dari PBBKB sudah seharusnya digenjot karena potensinya cukup besar, sementara fakta yang diterima daerah, dinilai belum maksimal sekalipun terjadi peningkatan penerimaan setiap tahun, sebagaimana dilaporkan Badan Pendapatan Daerah.
Namun hal tersebut jauh dari realitas sesungguhnya dan tidak berkorelasi langsung dengan laju pertumbuhan industrialisasi dan lalulintas transportasi di laut dan darat, termasuk tingkat pertumbuhan konstruksi.
Terkait dengan itu, Komisi II DPRD Sulteng yang membidangi ekonomi dan keuangan langsung bergerak guna memastikan perihal tersebut, sekaligus meng-cross check kecocokan data di lapangan.
Komisi II telah melakukan kunjungan kerja ke PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali dan menemukan data penggunaan Bahar Bakar Minyak (BBM) sekitar Rp16 juta liter per tahun.
“Namun masih kabur berapa besaran PBBKB yang bersumber dari industri raksasa nikel ini. Diperlukan cross check kembali kevalidan laporan penggunaan dan setoran PBBKB dari PT IMIP. Sebab, pembayaran PBBKB langsung melalui kantor pusat,” ujar Ketua Komisi II DPRD Sulteng, Lukky Semen.
Berdasarkan hasil kunjungan ke PT. IMIP tersebut, pihaknya mensinyalir PBBKB yang disetor belum sepenuhnya berdasarkan ketentuan peruntukan penggunaan BBM. Begitupun dengan perusahaan lainnya sebagai pengguna akhir BBM yang tersebar banyak di Sulteng, baik pertambangan, perkebunan dan kehutanan.
“Termasuk penggunaan BBM untuk kebutuhan transportasi dan konstruksi,” tekan Lukky.
Olehnya, kata dia, Badan Pendapatan Daerah mesti proaktif memaksimalkan sumber PBBKB ini.
“Saya sepakat jika ada konsultan yang nantinya membantu menghitung berapa besar pendapatan dari sektor PBBKB berdasarkan jumlah pemakaian BBM yang masuk ke Sulteng. Sebab, jika melihat kondisi yang ada Badan Pendapatan Daerah hanya tahu menerima setoran saja tanpa dukungan akurasi data distribusi BBM ke pengguna akhir,” kata Lukky.
Sementara Wakil Ketua Komisi III, Muhammad Masykur mengatakan, sumber pendapatan dari PBBKB ini tidak akan utuh diterima jika modelnya masih seperti saat ini. Sudah semestinya, kata dia, Pemprov bergerak cepat mengejar hak daerah yang sekian tahun bocor atau menguap.
“Kita tidak menginginkan hak daerah kita ini dihilangkan. Dan kami berharap pihak Pemprov melalui TAPD bersama kita satu kesepahaman bahwa setiap PBBKB yang disetor oleh para pengguna akhir BBM yang bergerak di sektor tambang, perkebunan dan kehutanan, kita kehilangan 5, 46 persen dan 6,21 persen dari penggunaan BBM tranportasi dan konstruksi,” jelas Masykur.
Menurutnya, jika dipandang urgen, maka perlu dilakukan revisi Peraturan Gubernur Nomor: 40 Tahun 2012 tentang Peraturan Pelaksanaan Atas Peraturan Daerah Sulawesi Tengah No 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Khusus Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
“Ya kita minta Gubernur melakukan revisi. Hal ini sebagai salah satu solusi untuk menjawab pengakuan Badan Pendapatan Daerah yang tidak memiliki kewenangan lebih untuk memaksimalkan pendapatan dari PBBKB. Kami berharap pimpinan DPRD dapat menindaklanjuti hal ini,” usul Masykur.
Terkait itu, pimpinan rapat Banggar, Muharam Nurdin menyepakati, kedepan pendapatan daerah dari PBBKB akan dimaksimalkan, sebab potensinya masih cukup tinggi untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Hadir dalam rapat, Wakil Ketua I DPRD Sulteng Dr. Alimudin Pa’ada, Wakil Ketua II Akram Kamarudin, Asisten III Pemprov Mulyono, Kepala Bappeda Prof. Patta Tope, TAPD dan anggota Banggar DPRD Sulteng. (RIFAY)