PT IHIP Dituduh Rampas Lahan Warga

oleh -
PT IHIP

MOROWALI- PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) atau Bahosua Taman Industri Investment Group (BTIIG) sedang membangun kawasan industri dalam dua tahap, pertama seluas 12.000 Ha di Desa Ambunu, Topogaro, dan Tondo, serta tahap kedua seluas 18.800 Ha rencananya dibebaskan.

Pembangunan tersebut diwarnai berbagai konflik agraria, termasuk perampasan lahan dengan berbagai modus, seperti salah gusur. Diduga, PT IHIP tidak memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dan izin lingkungan (Amdalalin).

Pada 20 Juni 2024, lima warga Desa Tondo dan Topogaro dilaporkan ke Polda Sulteng atas aksi blokade jalan tani pada 11 Juni 2024, memprotes penggunaan jalan oleh PT IHIP/BTIIG tanpa izin warga. Warga membangun tenda di tengah jalan untuk menghentikan aktivitas produksi.

Konflik tersebut dipicu oleh pernyataan Legal Eksternal PT IHIP bahwa jalan tani tersebut sah milik PT IHIP berdasarkan MoU dengan Bupati Morowali, meskipun warga menggunakan jalan tersebut jauh sebelum ada perusahaan nikel.

Aksi protes meluas ke Desa Ambunu pada 13 Juni 2024, dengan blokade serupa oleh 500 orang di tiga titik. Warga memprotes klaim sepihak PT IHIP atas jalan tani digunakan sebagai jalan holing. Mereka menuntut pembatalan MoU yang tidak disosialisasikan sebelumnya, dan mengkritik gangguan akses ke kebun akibat aktivitas alat berat perusahaan.

PT IHIP menanggapi dengan somasi kepada warga yang memblokade jalan, mengklaim bahwa MoU tetap berlaku meskipun pihak Pemda menyatakan pembatalannya. Perusahaan tetap bersikeras bahwa MoU mereka tandatangani pada 22 Desember 2023 sah, sementara warga merujuk pada MoU tertanggal 11 Maret 2024. Kebingungan tersebut, menambah ketegangan antara warga dan perusahaan.

Wandi Kampainer dari Walhi Sulteng mengkritik perampasan tanah oleh PT IHIP yang dilakukan secara terselubung dan kebijakan pro-investasi Pemda Morowali lemah dalam melindungi hak tanah masyarakat.

“Pemerintah dinilai lebih memihak investasi, menyebabkan warga kehilangan mata pencaharian dan lingkungan rusak,”katanya..

Pada tahun 2020, PT IHIP menimbun jalur irigasi untuk jalan holing, menyebabkan 170 Ha sawah tidak produktif dan memaksa warga menjual lahannya. Selain itu, reklamasi pantai seluas 40 Ha menyebabkan 115 nelayan rumput laut kehilangan mata pencaharian. Kegiatan reklamasi tersebut dilakukan tanpa izin sehingga disegel oleh Ditjen PSDKP.

Beragam kejahatan dilakukan PT IHIP untuk mendapatkan lahan masyarakat secara murah. Pemerintah dinilai absen dalam menyelesaikan konflik tersebut,justru terkesan melindungi kepentingan perusahaan. Praktik buruk konsolidasi tanah oleh PT IHIP di Bungku Barat mirip penjajahan, merampas dan memanipulasi hak masyarakat.

Walhi Sulteng menuntut pembatalan MoU tukar guling aset, penghentian kriminalisasi warga, evaluasi dan moratorium PT IHIP, serta tindakan DPRD Morowali terhadap klaim sepihak PT IHIP. Mereka juga meminta pemerintah mengawasi praktik perampasan tanah oleh PT IHIP.

Dikonfirmasi terpisah tanggapi tuduhan penyerobotan jalan dan kriminalisasi warga, Kamis (27/6) Extermal Manager Huabao Indonesia ,Cipto Rustianto menegaskan bahwa keberadaan PT BTIIG di Morowali adalah hasil koordinasi dan persetujuan pemerintah pusat serta daerah, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perusahaan menyatakan tidak pernah melakukan penyerobotan jalan tani masyarakat, dan siap membuktikan hal tersebut dengan data dan fakta.

Mengenai tuduhan kriminalisasi, dia menjelaskan bahwa mereka selalu berupaya merangkul masyarakat setempat melalui pemerintah desa dan lembaga terkait. Ini diwujudkan melalui pemberdayaan masyarakat, program sosial, dan perekrutan tenaga kerja lokal. Perusahaan menegaskan bahwa tuduhan kriminalisasi tidak berdasar dan selama ini mereka berkomitmen melindungi kepentingan masyarakat dalam beraktivitas ekonomi sesuai hukum berlaku.

Olehnya Ia mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan menyerahkan penanganannya kepada pihak berwenang kompeten.

Reporter : **/IKRAM