BUOL – Masyarakat Winangun, Kecamatan Bukal, dikejutkan oleh kehadiran puluhan aparat Kepolisian dan TNI di lokasi kebun kemitraan Amanah 1. Kebun tersebut sudah dihentikan sementara operasionalnya oleh para petani selama tujuh bulan terakhir sebagai bentuk protes terhadap PT. Hardaya Inti Plantations (HIP).

Para petani menuntut agar perusahaan sawit tersebut berunding dengan adil dan terbuka terkait berbagai masalah selama 16 tahun kemitraan.

Ketika ditanyai, aparat keamanan mengaku mendapat laporan dari PT. HIP mengenai potensi kekacauan oleh petani di Winangun. Namun, masyarakat heran karena aparat datang bukan untuk menertibkan kekisruhan yang tidak ada, melainkan untuk menjaga proses panen paksa dilakukan PT. HIP dengan mengerahkan buruh dari kebun lain.

Di lokasi kebun, petani bertemu dengan dua Legal Officer dari PT. HIP, Charles dan Fajar, yang dikawal oleh aparat Kepolisian dan TNI. Arivin, salah satu pemilik lahan plasma, menyatakan bahwa tindakan perusahaan menggunakan aparat keamanan dan laporan polisi bukanlah komunikasi, melainkan intimidasi.

Arivin menekankan bahwa prinsip-prinsip kemitraan telah dilanggar dan petani dipaksa menerima kesepakatan sepihak yang merugikan mereka.

“PT. HIP juga tidak menerima putusan Majelis KPPU RI pada 9 Juli 2024 yang menyatakan perusahaan bersalah dalam kemitraan dan melanggar UU yang berlaku,” tuturnya.

Ia menjelaskan, penghentian sementara operasional kebun oleh masyarakat merupakan hak mereka sebagai pemilik tanah. Mereka menuntut agar perusahaan berkomunikasi dengan baik, bukan dengan cara paksa dan intimidasi.

Petani yang tergabung dalam koperasi tani plasma Amanah menyatakan bahwa selama 16 tahun mereka tidak mendapat bagi hasil dari kebun yang dimitrakan dan dikelola oleh PT. HIP.

Selain itu, PT. HIP menahan sertifikat tanah milik masyarakat yang diambil alih secara sepihak dari Bank Mandiri Makassar. Perusahaan juga selalu menolak tuntutan petani dan menjawab dengan intimidasi serta pengerahan aparat.

Masyarakat heran karena setiap laporan perusahaan selalu diproses cepat oleh kepolisian, sementara laporan petani tidak diproses. Mereka menyesal ikut serta dalam program revitalisasi perkebunan yang dianggap gagal dan justru memiskinkan mereka.

Fatrisia, koordinator Forum Petani Plasma Buol, menyayangkan pendekatan intimidasi dan kriminalisasi oleh PT. HIP.

Ia mendesak Kapolda Sulteng untuk menarik pasukan dari Buol dan meminta kepolisian bersikap netral serta mendorong penyelesaian masalah secara adil. Para petani juga menuntut dihentikannya proses pemeriksaan polisi atas laporan yang dibuat PT. HIP dan Pengurus Koptan Awal Baru.

Mereka berharap pihak kepolisian berperan mendorong penyelesaian masalah sesuai dengan putusan KPPU RI yang menyatakan PT. HIP bersalah melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-undang nomor 20 tahun 2008.

Reporter : **/IKRAM