PALU – PT Bank Sulteng diduga telah membayar marketing fee kepada PT Bina Arta Prima (BAP) dengan jumlah yang melebihi batas seharusnya.
Pada analisis perhitungan, terungkap bahwa Bank Sulteng telah melakukan pembayaran yang melebihi jumlah yang seharusnya sebesar Rp 7.124.897.470,16.
Kerjasama pemasaran kredit pra pensiun dan pensiun antara Bank Sulteng, BAP, dan PT Bank Sulteng, diketahui memiliki tarif jasa marketing sebesar 3,9% dari total pencairan kredit, meskipun kesepakatan ini hanya bersifat lisan dan tidak dituangkan dalam risalah kesepakatan tertulis.
“Sejak tahun 2017 hingga Maret 2021, Bank Sulteng telah membayar tagihan marketing fee penyaluran kredit kepada PT BAP dengan jumlah mencapai Rp 19.525.032.412,00.” Demikian dakwaan dalam berkas terpisah masing-masing terdakwa dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tri S Irawan dan Febriezka, A di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Kamis (13/7).
Namun, sebut dia, dalam pasal pembayaran jasa marketing, tidak ada pertimbangan terkait target minimal seharusnya diberikan kepada PT BAP, yaitu sebesar Rp 25 miliar per bulan dari debitur baru maupun take over.
Setelah dilakukan analisis perhitungan marketing fee yang mempertimbangkan target minimal sebesar Rp 25 miliar per bulan,sebut dia, terungkap bahwa Bank Sulteng seharusnya hanya membayar marketing fee sebesar Rp 12.129.340.409,84 setelah dikurangi pajak.
“Dengan demikian, terdapat selisih kelebihan pembayaran sebesar Rp 7.124.897.470,16,” ucapnya.
Olehnya ujar dia, berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah hasil penghitungan kerugian keuangan Negara adalah sebesar Rp. 7.124.897.470,16 .
“Perbuatan Terdakwa H. Asep Nurdin Al Fallah selaku Komisaris Utama PT. BAP bersama-sama dengan Bekti Haryanto, selaku Direktur Utama PT. BAP, Rahmat Abdul Haris selaku Direktur Utama PT. Bank Sulteng, dan Nur Amin H Rusman selaku Kepala Divisi Kredit PT. Bank Sulteng, telah merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara sebesar Rp. 7.124.897.470,16,”tuturnya.
Perbuatan para Terdakwa H. Asep Nurdi. Al Fallah,Bekti Haryanto, Rahmat Abdul Haris dan Nur Amin H Rusman dalam tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan subsider pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam persidangan bagi terdakwa Rahmat Abdul Haris dan Nur Amin bertindak sebagai hakim ketua majelis Johanis Hehamony, Sayonara dan Alam Nur sebagai hakim anggota .
Sedangkan terhadap terdakwa H.Asep Nurdin Al Fallah dan Bekti Haryanto bertindak sebagai hakim ketua majelis Chairil Anwar, Alam Nur dan Aris T Kahohon sebagai hakim anggota.
Atas dakwaan JPU tersebut ,terdakwa Rahmat Abdul Haris dan Bekti Haryanto akan mengajukan keberatan (eksepsi) , sedangkan terdakwa Nur Amin tanpa penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan keberatannya , sedangkan terdakwa Asep tidak mengajukan keberatan.
Terdakwa Bekti Haryanto mengajukan permohonan izin keluar, dengan alasan menjadi wali nikah bagai anak perempuan satu-satunya di Kota Bandung. Sebagai penjamin penasihat hukumnya Nasrul Djamaluddin.
Oleh hakim ketua majelis Chairil Anwar menerbitkan surat penetapan izin keluar tiga hari mulai dari tanggal 14- 16 Juli dari permohonan lima hari.
Sedangkan terhadap terdakwa Asep. Oleh penasihat hukumnya Risnandar dan Abdul Robi mengajukan permohonan penangguhan penahanan, dengan alasan memilik riwayat penyakit asma dengan penjamin kerabatnya Kardining Saleng.
Oleh ketua majelis hakim Chairil Anwar masih akan bermusyawarah dengan hakim majelis anggota.
Begitupun terdakwa Rahmat Abdul Haris oleh penasihat hukumnya Salam mengajukan permohonan pengalihan penahanan. Tapi oleh hakim ketua majelis Johanis Hehamony masih bermusyawarah dengan hakim anggota.
Sidang akan diagendakan kembali pada Kamis (20/7) pekan mendatang. (IKRAM)