DONGGALA – Prosesi adat memandikan Bulava Mpongeo, Selasa (27/10) berjalan lancar dan dipadati para kerabat pewaris benda tersebut.
Upacara dilaksanakan di salah satu rumah keluarga pewaris bulava mpongeo di Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala.
Secara fisik, benda itu berbentuk patung manusia kembar berukuran kecil semacam model patung Hindu India yang sepertinya berfungsi seperti cincing atau hiasan khusus sebagai asesoris.
Konon, di masa lampau di saat disimpan sering mengeluarkan suara mengeong seperti kucng, sehingga dinamai emas yang mengeong (bulava mpongeo).
Prosesi diawali dengan menempatkan bulava mpongeo di atas ranjang berkelambu warna kuning, menempati sebuah wadah diletakkan di bantal juga bersampul kuning.
Beberapa wanita usia tua menjaganya sambil menunggu persiapan penyediaan air kembang dalam satu gentong besar.
Saat sudah dipasangkan tapisan air kembang dan kelambu kuning pada teras rumah, beberapa wanita duduk sambil memegang bulava mpongeo untuk menerima siraman.
Penyiraman dilakukan seorang wanita sepuh kampung selama kurang lebih 40 menit. Di saat penyiraman air kembang ke benda keramat itu wanita memegang benda emas itu sambil menggosokkan air.
Di saat itu pula sejumlah warga bergerombol mengambil air harum itu ke masing-masing wadah yang disiapkan dari rumah.
“Air ini khusus kami bawa pulang untuk mencucikan badan atau wajah, karena kita ambil berkahnya,” kata seorang warga.
Tua dan muda antrian di antara prosesi adat berlangsung, ikut mengambil tetesan air sekadar mencuci muka dan ada pula yang membasahi tangannya.
Selama upacara ada puluhan warga Desa Towale dan sekitarnya menyaksikan, bahkan ada yang berasal dari Kabupaten Pasangkayu, provinsi tetangga (Sulawesi Barat).
“Kami datang bukan semata menyaksikan proses adat leluhur kami ini, tapi sekaligus ini menjadi ajang silaturahim antarkeluarga. Melalui kegiatan semacam ini kami bisa berkumpul dan bertemu dengan keluarga yang jarang ketemu,” kata Abdul Asis Yambu (67), asal Kabupaten Pasangkayu.
Menurut Asis, kakek dan neneknya berasal dari Sampulu Tintilo, salah satu permukiman tua di Desa Towale, namun sudah lama meninggalkan desa tersebut.
Adanya momen setahun sekali ini menjadi kesempatan datang bersilaturahim dengan kerabatnya.
Abdul Asis tidak sendiri. Ada beberapa warga dari desa lainnya di Kabupaten Pasangkayu juga datang khusus mengikuti acara.
“Tahun lalu paling banyak yang hadir termasuk para kerabat yang jauh. Dihadiri Wakil Bupati Donggala dan beberapa pejabat yang diundang, karena situasi covid sehingga tahun ini yang diundang tidak sebanyak tahun lalu,” kata seorang warga Towale.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay